IBADAH
Makalah
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah : Tafsir
Dosen Pengampu :
Abdul
Hadi
Disusun
Oleh:
Sofiani Novi Nuryanti (132211078)
Safar Utomo (132211080)
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALI SONGO
SEMARANG
2014
QS
AL-BAQARAH AYAT 21
يَا أَيُّهَا
النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ ٢١
“ wahai manusia sembahlah Tuhan mu yang telah
menciptakan kamu dan orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa
“
Firman
Allah SWT يَا
أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ “ hai manusia sembahlah
tuhanmu”. Alqamah dan Mujahid berkata setiap ayat yang
diawali يايهاالناس maka ayat itu turun dimekah dan setiap ayat
yang diawali يَاَيُّهَااَّلدِيْنَ أمَنُوْ
maka ayat itu turun dimadinah.
Al-Qurthubi
mengatakan “ ini dibantah dengan adanya يَا أَيُّهَا النَّاسُ
di dalam surat ini dan An-Nisa,bukanlah mekah melainkan madaniyah. sedangkan
perkataan mereka يَاَيُّهَااَّلدِيْنَ أمَنُوْ
itu adalah benar.Urwah bin Zubair pernah berkata : “ayat/surat yang mengandung
hukum dan kewajiban maka surat itu turun dimadinah dan ayat atau surat yang
menyebutkan tentang umat-umat terdahulu dan adzab maka ayat/surat itu turun di
Makkah”.
Ya
pada يايها adalah huruf Nida (seruan) Nida
dalam Al-Qur’an ada tujuh bentuk :
1. Nidaa’ madah (seruan pujian) : يَاَيٌّهَاالنَّبِيْ “Wahai Nabi”
2. Nidaa’ dzamm (seruan celaan) : يَاَيُّهَااَّلدِيْنَ هَادُوْا “wahai
orang-orang yahudi”
3. Nidaa’ tanbiih (seruan
peringatan) : يَاَايُّهَااْلاِنْسَانُ “wahai manusia”
4. Nidaa’ adzafah (seruan
tambahan) : يَعِبَادِيْ “wahai
hambaku”
5. Nidaa’ nisbah (seruan dengan
menyebut nisbat) :يَابَنِيْأدَم “wahai
anak cucu Adam”
6. Nidaa’ tasmiyah (seruan dengan
menyebut nama) : يَدَاوُود “wahai
dawud”
7. Nidaa’ ta’nif (seruan dengan teguran
keras) : يَاَهْلَ اْلكِتَبِ “Wahai
ahli kitab”
Ayyu
adalah Munaada mufrat yang harakatnya selalu dhammah. Sedangkan
ha untuk tanbiih (peringatan/perhatian). النَّاسُ
berada pada posisi rafa’ (berharakat dhammah), sebagai sifat ayyu,
menurut sekelompok ulama nahwu, selain Al-Mazini, sebab dia membolehkan nashab
karena mengqiyaskan pada kebolehan nashab pada : yaa haadza ar-rajula
(wahai laki-laki). Ada juga yang mengatakan bahwa ayyu di dhammahkan
sebagaimana di dhammakan al-maqhshud al mufrad (orang yang dipanggil itu
sudah diketahui dan tunggal), lalu mereka menambah ha sebagai ganti ya’
kedua, mereka tidak menyebutkan ya’ lagi agar perkataan tidak terputus.
Oleh karena itulah mereka menggantinya dengan ha’ hingga perkataan tetap
tersambung.
Sibawai
berkata “seakan-akan ya diulang dua kali dan isim berada diantaranya,
sebagaimana orang arab berkata : haa huwa dzaa”
Ada
dua pendapat tentang siapa yang dimaksud dengan يَا أَيُّهَا النَّاسُ :
1. orang-orang
kafir yang tidak pernah menyembah Allah hal ini didasari firman Allah, وان كنتم في ريب “ dan jika kamu tetap dalam keraguan” (QS
Al-Baqarah ayat 23).
2. umum,
mencakup semua manusia maka kepada orang-orang yang beriman dimaksudkan agar
mereka tetap beribadah sedangkan kepada orang-orang kafir dimaksudkan agar
mereka segera menyembah Allah. Pendapat yang kedua ini sangat baik.
Firman
Allah SWT اعْبُدُو
(sembahlah) adalah perintah untuk menyembah Nya . Al-Ibadah disini
adalah ungkapan mengesaksan Nya dan menetapi syari’at agamanya. Makna ibadah
adalah tunduk dan merendah, Al-Ibadah juga berarti ath-thaa’ah
(ketaatan), at ta’abud beribadah , at tanasuk (beribadah).
Firman
Allah الَّذِي
خَلَقَكُمْ “ yang telah
menciptakan kamu” Allah SWT sengaja memilih penciptaan Nya terhadap mereka
diantara sifat-sifat NYA yang lain, sebab bangsa arab mengakui bahwa Allah lah
yang menciptakan mereka. Oleh karena itu, Allah SWT menyebutkan apa yang mereka
akui sebagai bantahan dan teguran keras terhadap mereka. Ada juga yang menyatakan
bahwa tujuannya adalah mengingatkan mereka dengan nikmat Nya.
Makna
al khalk ada dua , pertama At-Taqdir (penentuan/pengukuran),
Kedua Al-Insyiraa; Al Ikhtiraa’wa al ibdaa’ (mengadakan sesuatu dari
ketiadaan). Allah SWT berfirman وتخلقون افكا“dan
kamu membuat dusta”.
Firman
Allah SWT وَالَّذِينَ
مِنْ قَبْلِكُمْ “dan orang-orang yang
sebelum mu“. Jika ada yang berkata “apabila terbukti
penciptaan mereka maka jelaslah sudah pencipttan manusia selain mereka . lantas
untuk apa ungkapan ini disebutkan lagi?”
Ungkapan
ini disebutkan agar peringatan dan nasehat lebih berkesan. Karena itulah Allah
SWT mengingatkan mereka dengan orang-orang sebelum mereka agar mereka yakin
bahwa Tuhan mematikan orang-orang yang sebelum mereka yang mana dia adalah yang
menciptakan mereka sendiri, akan mematikan mereka juga. Selain itu agar mereka
merenungkan tentang keadaan orang-orang sebelum mereka dan bagaimana akhir
kehidupan mereka, juga agar mereka tahu bahwa mereka akan mengalami seperti apa
yang mereka alami.
Firman
Allah SWT لَعَلَّكُمْ
تَتَّقُونَ “ agar kamu bertaqwa” la’alla
berhubungan dengan u’buduu, bukan
dengan khalaqakum, sebab orang yang diciptakan Allah untuk masuk neraka
Jahannam tidak akan dia ciptakan untuk bertaqwa.Ungkapan ini dan ungkapan
seperti ini yang ada dalam firman Allah
misalnya لعلكم تعقلون ( agar kamu berfikir)
لعلكم تشكرون (agar kamu bersyukur), لعلكم تدكرون
(agar kamu mengingat), dan agar kamu diberi petunjuk, memiliki tiga takwil :
1. La’alla berarti at-taraji wa at tawaqqu
(pengharapan sesuatu itu teralisir). Namun at-taraji (pengharapan) ini hanya
bagi manusia seakan-akan dikatakan kepada mereka, “lakukan itu dengan harapan
dan keinginan kuat kalian memahami , mengingat atau bertaqwa.”
2. orang
arab biasa menggunakan la’alla dengan makna agar, tanpa ada keraguan. Maka,
makna ungkapan seperti diatas adalah agar kalian memahami, mengingat, dan
bertaqwa.
3. la’alla maknanya at-ta’arrudh li asy syai’I
(menghadapi sesuatu). Seakan-akan dikatakan lakukanlah itu dan hal keadaan
kalian-menghadap untuk mengerti, mengingat atau bertaqwa. Dengan demikian maka,
makna firman Allah SWT لعلكم تتقون
adalah semoga kalian menjadikan apa yang diperintahkan Allah sebagai pelindung
antara kalian dari api neraka.[1]
AN-NAHL AYAT 36
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِى كُلِّ أُمَّةٍ
رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللَّهَ وَاجْتَنِبُواْ الْطَّـغُوتَ فَمِنْهُم مَّنْ
هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَّنْ
حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلَـلَةُ فَسِيرُواْ فِى الاٌّرْضِ فَانظُرُواْ كَيْفَ كَانَ
عَـقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ.
“dan sungguh kami telah mengutus rasul pada
tiap-tiap umat untuk menyerukan sembahlah Allah (saja) dan jauhilah thagut itu
maka diantara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada
pula diantaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah
kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang
mendustakan” (QS An-Nahl : 36)
Pada
ayat-ayat sebelumnya, Allah SWT menjelaskan bahwa tindakan yang tepat bagi
orang-orang yang musyrik ialah menjatuhkan azab yang membinasakan mereka,
seperti dialami oleh orang-orang musyrik sebelum kedatangan Nabi Muhammad SAW.
Mereka tidak dapat memberikan alasan apapun karena Allah SWT telah memberikan
bimbingan-Nya melalui rasul. Mereka lebih sering mengikuti ajaran nenek moyang
mereka daripada mengikuti wahyu yang membimbing mereka kepada kebenaran. Dalam
ayat-ayat berikut Allah menjelaskan bahwa ia telah mengutus kepada tiap-tiap
umat seorang rasul untuk memberikan bimbingan wahyu kepada mereka.[2]
Firman
Allah SWT وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِى كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ
اللَّهَ “ dan sungguh kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat
(untuk meyerukan) : “sembahlah Allah saja…” Maksudnya hendaknya kalian
sembah Allah saja.
وَاجْتَنِبُواْ الْطَّـغُوتَ "dan jauhilah thagut itu“
maksudnya tinggalkan oleh kalian semua sesembahan selain Allah, seperti
syaitan, dukun, patung dan semua yang menyeru kepada kesesatan.
فَمِنْهُم مَّنْ هَدَى اللَّهُ “maka diantara umat itu ada orang-orang
yang di beri petunjuk oleh Allah” maksudnya, diberi
petunjuk kepada agama Nya dan beribadah kepada Nya.
وَمِنْهُمْ مَّنْ
حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلَـلَةُ “dan ada pula
diantaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya“.
Maksudnya, dengan ketetapan dahulu (qadha) bagi dirinya sehingga dia mati dalam
kekufurannya. Hal ini menolak pandangan kelompok Qadariah , karena mereka
mendakwahkan bahwa Allah SWT memberikan petunjuk kepada semua manusia dan
memberikan taufik (bertemunya kehendak Allah dengan kehendak manusia) kepada
meteka untuk mendapatkan petunjuk. Allah SWT berfirman فَمِنْهُم مَّنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَّنْ
حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلَـلَةُ “maka diantara umat itu
ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula diantara
orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya”
hal ini telah dijelaskan bukan hanya dalam satu tempat saja.
فَسِيرُواْ فِى الاٌّرْضِ “maka berjalanlah kamu dimuka bumi”.
Maksudnya berjalanlah dengan menyerap pelajaran dimuka bumi.
فَانظُرُواْ كَيْفَ كَانَ عَـقِبَةُ
الْمُكَذِّبِينَ “dan perhatikanlah
bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)”,
maksudnya bagaimana akhir mereka menuju kepada kebinasaan, adzab dan kehancuran.[3]
Asbabun Nuzulnya:
Dalam Surah An-Nahl ayat 36, ayat ini
menghibur Nabi Muhammad Saw, dalam menghadapi para pembangkang dari kaum
beliau, seakan-akan ayat ini menyatakan: Allah pun telah mengutusmu, maka ada
diantara umatmu yang menerima ajakanmu dan ada juga yang membangkang.
Allah mengabarkan kepada kita untuk
meneliti sejarah umat terdahulu, baik umat yang memperoleh atau mendapat
petunjuk dari Allah SWT. ataupun umat yang membangkang karena didalamnya
terdapat pelajaran yang berharga bagi manusia dan menjadi bekal agar manusia
tidak terjerumus kedalam lubang yang sama untuk kesekian kalinya.
QS
MARYAM AYAT 65
رَبُّ
السَّماواتِ وَ الْأَرْضِ وَما بَيْنَهُما فَاعْبُدْهُ وَ اصْطَبِرْ لِعِبادَتِهِ
هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا
“Tuhan
(yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada diantara keduanya, maka
sembahlah dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu
mengetahui ada seseorang yang sama dengan dia (yang patut disembah)”
(QS Maryam : 65)
Alloh SWT berfirman رَبُّ
السَّماواتِ وَ الْأَرْضِ وَما بَيْنَهُما “Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan
apa-apa yang ada diantara keduanya” yakni Tuhan langit dan bumi, pencipta
keduanya dan semua yang ada diantara keduanya, pemilik keduanya dan pemilik
semua yang ada diantara keduanya, maka selain segala urusan masa berada di
tangan Nya, maka demikiaqn juiga segala urusan benda. فَاعْبُدْهُ
“maka sembahlah dia” yakni karena
itu esakanlah dia. Ini menunjukkan bahwa segala upaya mahluk dilakukan untuk
Allah SWT, sebagaimana yang dikatakan oleh ahlul haq dan itulah pendapat yang
benar, karena Rabb disini tidak mungkin dimaknai dengan makna-makna lain selain
pemilik. Karena dia sebagai pemilik apa yang ada diantara langit dan bumi, maka
tentu saja termasuk pula semua upaya para mahluk, sehingga mereka semua wajib
beribadah kepada Nya (menghamba kepada Nya), karena telah dipastikan bahwa
dialah pemilik secara mutlaq. Hakikat ibadah adalah taat dengan penuh
ketundukan, dan tidak ada yang berhak terhadap badah itu selain sang pemilik
yang disembah.
وَ
اصْطَبِرْ لِعِبادَتِهِ “dan bertaguh hatilah
dalam beribadah kepada Nya” yakni dalam menaatinya dan
janganlah bersedih hati karena terlambatnya wahyu datang kepadamu, akan tetapi
sibukkanlah dirimu dengan apa yang telah diperintahkan. Asal kata ishthabara
adalah ishtabara, namun karena beratnya memadukan pengucapan ta
dengan shad karena perbedaan makhrajnya, maka ta’nya dirubah
menjadi tha’.
هَلْ
تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا “apakah kamu
mengetahui ada orang yang sama dengan dia (yang patut disembah)? Ibnu Abbas
mengatakan “maksudnya : apakah kamu mengetahui adanya anak atau sekutu bagi Nya
atau yang menyerupai atau menyetarai Nya yang berhak menyandang nama Nya, yaitu
yang maha pemurah. Demikian juga yang dikatakan ole mujahid. Kata ini diambil
dari kata al musaamat. Israil meriwayatkan dari simak, dari ikrimah,
dari ibnu abbas ia mengatakan “yakni : apakah kamu mengetahui adanya seseorang
yang (isyak) dinamai yang maha pemurah”.[4]
QS
AL ANBIYA AYAT 25
وَمَا
أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُوْلٍ إِلاَّ نُوْحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لاَ
إِلَهَ إِلاَّ أَنَا فَاعْبُدُوْنِ
“dan
tidaklah kami mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan kami wahyukan
kepadanya: bahwasanya tidak ada tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah
olehmu sekalian akan Aku” (QS Al-Anbiya :25)
Firman
Allah وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُوْلٍ
إِلاَّ نُوْحِي “dan kami tidak megutus seorang rasulpun sebelum kamu,
melainkan diwahyukan kepadanya”. Hafsh Hamzah dan Al Kisa’I membacanya نُوْحِي
إِلَيْهِ (kami wahyukan kepadanya), dengan nun
berdasarkan redaksi (sebelumnya): ارسلنا (kami mengutus)
أَنَّهُ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنَا فَاعْبُدُوْن “bahwa tidak ada Tuhan
(yang hak) melainkan aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan aku”
yakni : kami katakan kepada semuanya: tidak ada tuhan (yang hak) melainkan aku.
Qatadah
mengatakan “tidak ada seorang Nabi pun kecuali dengan membawa tauhid. Adapun
syari’at didalam taurat, injil dan Al-Qur’an memang berbeda, namun semua itu
berdasarkan keikhlasan dan tauhid.[5]
QS
AL-ANBIYA AYAT 92
إِنَّ هَٰذِهِ
أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ
“sesungguhya
agama tauhid ini adalah agama kamu semua agama yang satu dan akui adalah
tuhanmu maka sembahlak Aku” (QS Al-Anbiya :92)
Firman
Allah SWT إِنَّ
هَٰذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً
sesungguhnya (agama
tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu “ ketika Allah
menceritakan para Nabi, Allah mengatakan “mereka semuanya sepakat pada
tauhid” jadi yang dimaksud umat yang disini adalah Agama Islam. Demikian
yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, Mujahid dan yang lainnya. Adapun orang-orang
musyrik, mereka menyelisihi semua.
وَأَنَا
رَبُّكُمْ “dan aku adalah Tuhanmu”
yakni : tuhan kalian hanyalah Aku. فابدون “maka
sembahlah aku”, yakni Esakanlah aku dengan ibadah (penghambaan).[6]
QS
ADZ-DZARIYAT AYAT 56
وَمَاخَلَقْتُ
اْلجِنَّ وَاْلاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنَ
“aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku”
Firman
Allah SWT وَمَاخَلَقْتُ اْلجِنَّ وَاْلاِنْسَ اِلَّا
لِيَعْبُدُوْنَ “dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka menyembah Ku”. Ada beberapa pendapat tentang ayat ini yaitu :
- Ayat
ini hanya khusus mengenai orang yang telah diketahui oleh ilmu Allah bahwa
ia pasti akan menyembah Nya oleh karena itu ayat ini menggunakan lafadz
yang umum dengan makna yang khusus. Perkiraan makna yang khusus ialah
tidak aku ciptakan penduduk surga dari jin dan manusia kecuali untuk
menyembah Ku. Allah SWT berfirman:
وَلَقَدْ
دَرَأْنَالِجَهَنَّمَ كَثِيْرًامِنَ اْلجِنِّ وَاْلاِنْس “dan sesungguhnya kami jadikan untuk
(isi neraka jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia” (QS Al-A’raf: 179).
Sementara orang-orang yang memang diciptakan untuk mengisi neraka jahannam
tentu saja tidak mungkin diciptakan juga untuk beribadah, oleh karena itu ayat
diatas kemungkinan besar dimaksudkan kepada orang-orang yang beriman saja.hal
ini sama persis seperti yang disebutkan dalam firman Allah SWT,قَالَةِاْلاَعْرَابِ ءَامَنَّا “orang-orang
arab badui itu berkata: kami telah beriman” (QS Al-Hujurat:14). Dimana
tidak semua orang badui mengatakan mereka telah beriman hanya sebagian mereka
yang mengatakan itu.Pendapat ini diperkuat oleh qira’ah yang dibaca oleh
Abdullah yaitu : “wamaa khalaqtu al jinna wal insa minal mu’minin illa
liya’budun” (dan tidak aku ciptakan jin dan manusia dari golongan
orang-orang yang beriman, kecuali untuk menyembah-Ku).
- Ali
bin Abi Thalib menafsirkan, makna ayat diatas adalah tidak aku ciptakan
jin dan manusia kecuali aku perintahkan mereka untuk beribadah. Pendapat
inilah yang disandarkan oleh Az-Zajjaj, ia menambahkan hal ini sesuai
dengan firman Allah وَمَااُمِرُوْاِلَّالِيَعْبُدُوآإِلَهًاوَحِدَ “padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan
yang Esa” (QS At-Taubah : 31)
Apabila
dikatan bagaimana mungkin ada manusia yang berbuat kafir kepada Allah padahal
mereka diciptakan untuk bersaksi atas ke-Tuhanan-Nya dan tunduk kepada perintah
dan kehendak-Nya?
Mereka memang harus tunduk kepada takdir yang
ditetapkan atas mereka,karena takdir mereka pasti akan terjadi dan mereka tidak
akan mungkin mampu untuk menghindar darinya. Mereka hanya berbuat kafir kepada
perbuatan yang diperintahkan kepada mereka, sedangkan tunduk kepada takdir Nya
itu tidak dapat dihindari.
- Ibnu
Abbas yang disampaikan oleh Ali bin Abi Talhah menyebutkan, makna firman
Allah “ melainkan supaya mereka menyembah Ku” adalah melainkan agar mereka
mau beribadah dengan suka rela ataupun terpaksa. Sementara mereka yang
melakukannya secara terpaksa itu adalah orang-orang yang diperbuatnya
dilihat oleh orang lain, tidak mutlak hanya karena Allah SWT.
- Mujahid
menafsirkan bahwa makna firman tersebut adalah “melainkan untuk
mengenal Ku” pendapat ini mengundang komentar dari Ats-Tsa’labi, ia
mengatakan pendapat mujahid sangat baik sekali alasannya karena memang
apabila Allah tidak menciptakan mereka, maka tentu mereka tidak akan
mengetahui keberadaan Nya dan ke Esaan Nya. Dalil yang dapat memperkuat
penafsiran ini adalah firman Allah SWT, وَلَئِنْ
سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُوْلُنَّ الله
“dan sungguh jikan kamu bertanya kepada mereka : siapakah yang
menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab Allah” (QS Az-Zukhruf
:87). Juga firman Allah SWT yang artinya “dan sungguh jika kamu
tanyakan kepada mereka: siapakah yang menciptakan langit dan bumi? Niscaya
mereka akan menjawab : semuanya diciptakan oleh yang maha perkasa lagi
maha mengetahui” (QS Az-Zukhruf: 9).
Sebuah
riwayat lain dari mujahid yang menafsirkan ayat ini menyebutkan, bahwa makna
dari kalimat tersebut adalah: melainkan agar aku dapat memerintahkan dan
melarang mereka.
- Zaid
bin Aslam menafsirkan, maksud dari firman Allah tersebut adalah mengenai
kesengsaraan dan kebahagiaan yang diciptakan untuk jin dan manusia
sebelumnya, yakni mereka yang akan merasakan kebahagiaan diakhirat nanti adalah
memang diciptakan untuk beribadah sedangkan mereka yang akan merasakan
kesengsaraan diakhirat nanti adalah jin dan manusia yang diciptakan senang
berbuat maksiat.
- Al-Kalbi
menafsirkan ayat ini menyebutkan bahwa maknanya adalah melainkan agar
mereka dapat mengesakan Aku, dimana orang-orang yang beriman akan
mengesakan Aku pada saat senang ataupun sengsara. Sedangkan orang-orang
kafir hanya mengesakan Aku pada saat mereka kesulitan saja, tidak pada saat
mereka mendapatkan kesenangan. Hal ini ditunjukan pada firman Allah yang
artinya “dan apabila mereka dilamun ombak yang besar seperti gunung
mereka menyeru Allah, dengan memurnikan ktaatan kepada Nya” (QS
luqmaan :32)
- Ikrimah
menafsirkan, maknanya: melainkan hanya untuk menyembah Ku, agar Aku dapat
memberi pahala bagi siapa saja yang rajin beribadah dan aku akan menghukum
bagi siapa saja yang ingkar.
- Ada
juga yang menafsirkan bahwa maknanya adalah melainkan Aku meminta mereka
untuk menyembah Ku. Sementara makna yang disebutkan ini tidak jauh berbeda
dimana kata ‘abada adalah menyembah dan makna awal dari ‘ubudiyah
(mempersembah) adalah tunduk dan patuh terhadap yang disembah. Sedangkan
makna dari kata ta’bid, I’tibaad dan istib’aad adalah menundukkan atau
mengambil seseorang untuk dijadikan hamba. Kata ibadah maknanya adalah
taat, adapun ta’abud artinya adalah melaksanakan peribadatan.
Oleh
karena itu makna utama untuk kata “liya’buduun” pada firman diatas adalah agar
mereka tunduk, patuh, dan melakukan peribadatan.[7]
Asbabun
nuzul :
Ketika para malaikat mengetahui
bahwa Allah SWT akan menciptakan khalifah di muka bumi. Allah SWT menyampaikan
perintah-Nya kepada mereka secara terperinci. Dia memberitahukan bahwa Dia akan
menciptakan manusia dari tanah. Maka ketika Dia menyempurnakannya dan meniupkan
roh di dalamnya, para malaikat harus bersujud kepadanya. Yang harus dipahami
bahwa sujud tersebut adalah sujud penghormatan, bukan sujud ibadah, karena
sujud ibadah hanya diperuntukkan kepada Allah SWT
PENUTUP
Demikianlah makalah tentang iman kepada
malaikat Allah yang telah kami paparkan. Kami menyadari makalah jauh dari
sempurna maka dari itu kritik yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan
untuk perbaikan makalah ini. Harapan pemakalah, semoga makalah ini dapat
memberi pengetahuan baru dan bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Qurthubi, Syaikh Imam.2008. Tafsir
Al-Qurtubi jilid 17.Jakarta : Pustaka Azam
Shihab,Moh Quraish. 2002.
Tafsir Al-Misbah Vol:03.Jakarta: Pustaka Lentara hati
[3]
Syaikh Imam Al-Qurthubi.
Tafsir Al-Qurtubi jilid 10. (Jakarta : Pustaka Azam. 2008). Hlm. 256-257
[4]
Syaikh Imam Al-Qurthubi. Tafsir
Al-Qurtubi jilid 11. (Jakarta : Pustaka Azam. 2008). Hlm. 340-347
[5] Syaikh Imam Al-Qurthubi. Tafsir
Al-Qurtubi jilid 11. (Jakarta : Pustaka Azam. 2008). Hlm. 750-751
[6]
Syaikh Imam Al-Qurthubi. Tafsir
Al-Qurtubi jilid 11. (Jakarta : Pustaka Azam. 2008). Hlm. 899-901
Tidak ada komentar:
Posting Komentar