Kamis, 14 Mei 2015

HUBUNGAN ILMU TASAWUF DENGAN ILMU LAINNYA

HUBUNGAN ILMU TASAWUF DENGAN ILMU LAINNYA
Dibuat guna Memenuhi Tugas :
Mata Kuliah : Ahlak Tasawuf
Dosen Pengampu : Mahsun

Description: Description: Description: gh
Disusun oleh:
Sofiani Novi Nuryanti (132211078)
Nur Faizah (132211088)
Sulis Astuti (1322110)

FAKULTAS SYARI`AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI WALISONGO
SEMARANG

2015
I.                   PENDAHULUAN
  1. Latar belakang
Tasawuf adalah salah satu cabang Ilmu Islam yang menekankan dimensi atau aspek spiritual dalam Islam. Dalam kaitannya dengan manusia, tasawuf lebih menekankan aspek rohaninya ketimbang jasmaninya. Dalam kaitannya dengan kehidupan, ia lebih menekankan kehidupan akhirat ketimbang kehidupan dunia yang fana.[1]
Ilmu tasawuf merupakan rumusan tentang teoritis terhadap wahyu-wahyu yang berkenaan dengan hubungan antara tuhan dengan manusia dan apa yang harus dilakukan oleh manusia agar dapat berhubungan sedekat mungkin dengan tuhan baik dengan pensucian jiwa dan latihan-latihan spritual. Sedangkan ilmu kalam merupakan disiplin ilmu keislaman yang banyak mengedepankan pembicaraan tentang persoalan akidah dan adapun filsafat adalah rumusan teoritis terhadap wahyu tersebut bagai manusia mengenai keberadaan (esensi), proses dan sebagainya, Seperti proses penciptaan alam dan manusia. Sedangkan ilmu jiwa adalah ilmu yang membahas tentang gejala-gejala dan aktivitas kejiwaan manusia. Maka dalam hal ini ilmu tasawuf tentunya mempunyai hubungan-hubungan yang terkait dengan ilmu-ilmu keislaman lainnya, baik dari segi tujuan, konsep dan kontribusi ilmu tasawuf terhadap ilmu-ilmu tersebut dan begitu sebaliknya bagaimana kontribusi ilmu keislaman yang lain terhadap ilmu tasawuf.[2]
Maka dalam makalah kami telah membahas hubungan ilmu tasawuf dengan beberapa ilmu keislaman lainnya, diantaranya: Ilmu kalam, ilmu filsafat, ilmu jiwa, dan ilmu fikih. Dengan tujuan agar kita lebih mampu mengkorelasikan ilmu-ilmu tersebut.

  1. Rumusan masalah
1.      Bagaimana hubungan Ilmu Tasawuf dengan Ilmu Kalam?
2.      Bagaimana hubungan Ilmu Tasawuf dengan Ilmu Filasafat?
3.      Bagaimana hubungan ilmu Tasawuf dengan Ilmu Fiqih?
4.      Bagaimana hubungan ilmu tasawuf dengan Ilmu Jiwa?
  1. Tujuan
Mengetahui korelasi antara Ilmu Tasawuf dengan Ilmu Kalam, Ilmu Filasafat, Ilmu Fiqih,  dan Ilmu Jiwa, serta bisa membandingkannya.
II.                PEMBAHASAN
A.    Hubungan Ilmu Tasawuf dengan Ilmu Kalam
Ilmu kalam merupakan disiplin ilmu ke Islaman yang banyak mengedepankan pembicaraan tentang persoalan-persoalan kalam Tuhan. Pembicaraan materi-materi yang tercakup dalam ilmu kalam terkesan tidak menyentuh dzauq (rasa rohaniah) sebagai contoh ilmu tauhid menerangkan bahwa Allah bersifat  sama’ (mendengar), qudrah (kuasa), hayat (hidup), dan sebagainya.[3]
Pada ilmu kalam ditemukan pembahasan iman dan definisinya, kekufuran dan manifestasinya, serta kemunafikan dan batasannya. Sementara pada ilmu tasawuf ditemukan pembahasan jalan atau metode praktis untuk merasakan keyakinan dan ketentraman, seperti dijelaskan juga tentang menyelamatkan diri dari kemunafikan sebab terkadang seseorang mengetahui batasan-batasan kemunafikan, tetapi tetap saja melaksanakannya. Allah SWT berfirman :
قَالَتِ الْأَعْرَابُ آمَنَّا ۖ قُلْ لَمْ تُؤْمِنُوا وَلَٰكِنْ قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الْإِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ ۖ وَإِنْ تُطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ لَا يَلِتْكُمْ مِنْ أَعْمَالِكُمْ شَيْئًا ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

 “Orang-orang arab badui berkata, “kami telah beriman.” Katakanlah,”Kamu belum beriman, tetapi katakanlah,’kami telah berislam (tunduk).”karena iman itu belum masuk kedalam hatimu” (Qs Al-Hujurat [49] : 14)[4]
Dalam kaitannya dengan ilmu kalam, ilmu tasawuf berfungsi sebagai pemberi wawasan spiritual dalam pemahaman kalam. Selain itu, ilmu tasawuf mempunyai fungsi sebagai pemberi kesadaran rohaniah dalam perdebatan-perdebatan kalam. Dalam dunia islam ilmu kalam cenderung menjadi sebuah ilmu yang mengandung muatan rasional, disamping muatan naqliah. Disinilah ilmu tasawuf berfungsi memberi muatan rohaniah sehingga ilmu kalam tidak dikesani sebagai dialektika keislaman belaka yang kering dari kesadaran penghayatan atau sentuhan secara qalbiyah (hati).[5]
Dengan demikian, Ilmu Tasawuf merupakan penyempurna Ilmu Tauhid jika di lihat dari sudut pandang bahwa Ilmu Tasawuf merupakan sisi terapan rohaniyah dari Ilmu kalam. jika timbul suatu aliran yang bertentangan dengan akidah, atau lahir suatu kepercayaan baru yang bertentangan dengan al-Qur’an dan As-Sunnah, hal itu merupakan penyimpangan atau penyelewengan. Selain itu, Ilmu Tasawuf juga berfungsi sebagai pemberi kesadaran rohaniyah dalam perdebatan Kalam. Jika tidak dimbangi oleh kesadaran rohaniyah, Ilmu Kalam dapat bergerak kearah yang lebih liberal dan bebas.[6]
Maka kesimpulannya, bahwa dengan ilmu tasawuflah semua persoalan yang berada dalam kajian ilmu tauhid terasa lebih bermakna, tidak kaku, tetapi akan lebih dinamis dan aplikatif. Perbedaan antara Ilmu Tasawuf dengan ilmu kalam lebih terletak pada masalah penekannanya dari pada isi ajaranya. Selain persoalan trasnsendentalisme ilmu kalam juga lebih mengutamakan pemahaman masalah-masalah ketuhanan dalam pendekatan yang rasional dan logis.[7]
B.     Hubungan ilmu tasawuf dengan ilmu fiqih
Fiqih asal kata dari Fiqhi (faham), tegasnya ilmu cara memahamkan syari’at, hukum, larangan, dan suruhan, wajib dan haram.[8]Biasanya pembahasan kitab-kitab fiqih selalu dimulai dari taharah (tata cara bersuci), kemudian persoalan-persoalan fiqih lainya. Namun, pembahasan ilmu fiqih tentang thaharah atau lainya tidak secara langsung terkait dengan pembicaraan nilai-nilai rohaniahnya. Padahal, thaharah akan terasa lebih bermakna jika disertai pemahaman rohaniahnya.[9] Segala yang tersebut itu adalah mengenai Ilmu Zahir. Maka disamping itu dengan sendirinya timbulah ilmu bathin. Bukankah segala syari’at itu harus kita kerjakan dengan hati patuh? Dan siapa tuhan itu? Dan siapa kita? Kita disuruh mengerjakan yang baik dan dilarang mengerjakan yang jahat! Kita akan diberi pahala kalau mematuhi perintah dan menghentikan larangan! Tetapi apakah hubungan kita dengan tuhan itu hanya hubungan seorang majikan yang memberi gaji? Atau apakah hubungan kita itu lebih tinggi dari itu, yaitu karena cinta![10]
Disinilah pangkal Ilmu Tasawuf, Ilmu tasawuf berhasil memberikan corak batin terhadap ilmu fiqih, corak batin yang dimaksud adalah ikhlas dan khusyuk berikut jalannya masing-masing. Bahkan, ilmu ini mampu menumbuhkan kesiapan manusia untuk melaksanakan hukum-hukum fiqih karena pelaksanaan kewajiban manusia tidak akan sempurna tanpa perjalanan rohaniah. Ilmu tasawuf dan ilmu fiqih adalah dua disiplin ilmu yang saling melengkapi. Setiap orang harus menempuh keduanya, dengan catatan bahwa kebutuhan perseorangan terhadap ilmu ini sangat beragam sesuai dengan kadar kualitas ilmunya.[11]
Dari sini dapat dipahami bahwa ilmu fikih, yang terkesan sangat formalistik – lahiriyah, menjadi sangat kering, kaku, dan tidak mempunyai makna bagi penghambaan seseorang jika tidak diisi dengan muatan kesadaran rohaniyah yang dimiliki ilmu tasawuf. Begitu juga sebaliknya, tasawuf akan terhindar dari sikap-sikap ”merasa suci” sehingga tidak perlu lagi memperhatikan kesucian lahir yang diatur dalam ilmu fikih.
C.     Hubungan ilmu tasawuf dengan ilmu filsafat
Dengan tasawuf yang artinya adalah pembersihan batin, jelaslah oleh kita sekarang dari mana dasar tempatnya dan kemana tujuannya. Yang berjalan dalam tasawuf adalah perasaan, sedang filsafat kepada fikiran. Sekarang tentu jelaslah perbedaan tasawuf dengan dengan filsafat, filsafat penuh dengan tanda tanya apa, bagaimana, darimana, dan apa sebab? Sedang tasawuf tidak.[12] Seseorang tidak akan dapat memahami cacad yang ada pada suatu ilmu kecuali apabila dia telah memahami benar-benar ilmu tersebut dengan sempurna, paling tidak ia harus dapat menyamai seorang ahli yang paling banyak ilmunya dalam hal pokok-pokok dasar filsafat, selanjutnya dilampaui dan diatasinya ilmu itu, hal mana para ahli yang paling banyak pengetahuan itu telah banyak mengetahui mana-mana yang baik dan mana-mana yang buruk ilmunya itu.[13]
Ilmu tasawuf yang berkembang didunia islam tidak dapat dinafikan sebagai sumbangan pemikiran kefilsafatan. Sederetan intelektual muslim juga banyak mengkaji tentang jiwa dan roh, diantaranya adalah Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, dan Al-Ghazali.
Menurut sebagian ahli tasawuf, An-Nafs (jiwa) adalah roh dan jasad melahirkan pengaruh yang ditimbulkan oleh jasad dan roh. Pengaruh-pengaruh ini akhirnya memunculkan kebutuhan-kebutuhan jasad yang dibangun oleh roh jika jasad tidak memiliki tuntutan-tuntutan yang tidak sehat dan disitu tidak terdapat kerja pengekangan nafsu, sedangkan qalbu (hati) tetap sehat, tuntutan-tuntutan jiwa terus berkembang, sedangkan jasad menjadi binasa karena melayani hawa nafsu.[14]
D.    Hubungan ilmu tasawuf dengan ilmu jiwa
Dalam pembahasan tasawuf dibicarakan tentang hubungan jiwa dengan badan agar tercipta keserasian diantara keduanya. Pembahasan tentang jiwa dengan badan ini dikonsepsikan para sufi untuk melihat sejauh mana hubungan perilaku yang dipraktikkan manusia dengan dorongan yang dimuculkan jiwanya sehingga perbuatan itu dapat terjadi dan hal itu menyebabkan mental seseorang menjadi kurang sehat karena jiwanya tidak terkendali.[15]
Sementara cakupan golongan yang kurang sehat sangatlah luas, dari yang paling ringan sampai yang paling berat; dari orang yang merasa terganggu ketentraman hatinya hingga orang yang sakit jiwa. Gejala umum yang tegolong pada orang yang kurang sehat dapat dilihat dalam beberapa segi, antara lain :
1.      Perasaan, yaitu perasaan terganggu, tidak tentram, gelisah, takut yang tidak masuk akal, rasa iri, sedih yang tidak beralasan, dan sebagainya.
2.      Pikiran, gangguan terhadap kesehatan mental dapat pula memengaruhi pikiran, misalnya anak-anak menjadi bodoh disekolah, pemalas, pelupa, suka membolos, tidak dapat berkonsentrasi, dan sebagainya
3.      Kelakuan, pada umumnya kelakuannya tidak baik, seperti nakal, keras kepala, suka berdusta, menipu, menyeleweng, mencuri, menyiksa orang lain, membunuh, dan sebagainya, yang menyebabkan orang lain menderita dan haknya teraniaya.
4.      Kesehatan, jasmaninya dapat terganggu bukan adanya penyakit yang betul-betul mengenai jasmani itu, tetapi sakit akibat jiwa yang tidak tentram. Penyakit ini disebut psikosomatik dan gejala yang sering terjadi seperti sakit kepala, lemas, letih, sering masuk angin, tekanan darah tinggi atau rendah, jantung, sesak nafas, sering pingsan (kejang), bahkan sakit kepala yang lebih berat seperti lumpuh sebagian anggota badan, lidah kaku, dan sebagainya yang penting adalah penyakit jasmani ini tidak mempunyai sebab-sebab fisik sama sekali.[16]
Semua praktek dan amalan-amalan dalam tasawuf adalah merupakan latihan rohani dan latihan jiwa untuk melakukan pendakian spritual kearah yang lebih baik dan lebih sempurna. Dengan demikian, amalan-amalan tasawuf tersebut adalah bertujuan untuk mencari ketenangan jiwa dan keberhasilan ahli agar lebih kokoh dalam menempuh liku-liku problem hidup yang beraneka ragam serta untuk mencari hakekat kebenaran yang dapat mengatur segala-galanya dengan baik.
Manusia sebagai makhluk Allah memiliki jasmani dan rohani. Salah satu unsur rohani manusia adalah hati (Qalbu) disamping hawa nafsu. Karena itu penyakit yang dapat menimpa mansia ada dua macam, yaitu penyakit jasmani dan penyakit rohani atau jiwa atau qalbu. Di dalam beberapa ayat Al-Qur’an dikatakan bahwa di dalam hati manusia itu ada penyakit, Antara lain penyakit jiwa manusia itu adalah iri, dengki, takabur, resah, gelisah, khawatir, stress dan berbagai penyakit jiwa lainnya. Dengan tasawuf manusia akan dapat menghindarkan diri dari penyakit kejiwaan (psikologis) berupa perilaku memperturutkan hawa nafsu keduniaan, seperti: iri, dengki, takabbur, resah, gelisah, khawatir, stress dan berbagai penyakit jiwa lainnya. Tasawuf berusaha untuk melakukan kontak batin dengan Tuhan, berusaha untuk berada dihadirat Tuhan, sudah pasti akan memberikan ketentraman batin dan kemerdekaan jiwa dari segala pengaruh penyakit jiwa. Dengan demikian antara tasawuf dengan ilmu jiwa memiliki hubungan yang erat karena salah satu tujuan praktis dari ilmu jiwa adalah agar manusia memiliki ketenangan hati, ketentraman jiwa dan terhindar dari penyakit-penyakit psikologis.[17]
III.             SIMPULAN
Dari uraian diatas kami dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa ilmu tasawuf adalah suatu ilmu yang sangat penting dimiliki manusia karena dengan ilmu tasawuf jiwa kita lebih tenang dan damai. Hakikat ilmu tasawuf adalah pembinaan jiwa kerohanian sehingga bisa berhubungan dengan Allah sedekat mungkin. Maka dengan begitu kita semua bisa bertasawuf walaupun apapun berprofesinya, karena inti tasawuf adalah terisinya jiwa dengan akhlak yang baik dan kesucian jasmani dan rohani dari akhlak yang tercela.
IV.             PENUTUP
Demikianlah makalah tentang hubungan Ilmu Tasawuf dengan Ilmu lainnya yang telah penulis paparkan. Kami menyadari makalah ini jauh dari sempurna maka dari itu kritik yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan untuk perbaikan. Harapan pemakalah, semoga makalah ini dapat memberi pengetahuan baru dan bermanfaat bagi kita semua.

















DAFTAR PUSTAKA
Nasution, Ahmad Bangun, Rayani Hanum Siregar, 2013, Ahlak Tasawuf pengenalan, pemahaman dan pengaplikasiannya, Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Hamka, 1953, Tasawuf perkembangan dan pemurniannya, Jakarta : Nurul Islam.
Hamka, 1983, Tasawuf perkembangan dan pemurniannya, Jakarta : Pustaka Panjimas.
Tohir, Moenir Nahrowi , 2012, Menjelajahi Eksistensi tasawuf Meniti Jalan Menuju Tuhan., Jakarta : As Salam Sejahtera.
Rus’an. H, 1984, Imam Al-Ghazali Mutiara Ihyaa’ Ulumuddin, Semarang : Wicaksana.



[1] Ahmad Bangun Nasution, Rayani Hanum Siregar. Ahlak Tasawuf pengenalan, pemahaman dan pengaplikasiannya. (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2013) Hal. 12
[3] Ahmad Bangun Nasution, Rayani Hanum Siregar. Ibid. Hal. 24
[4] Ahmad Bangun Nasution, Rayani Hanum Siregar. Ibid. Hal. 24
[5] Ahmad Bangun Nasution, Rayani Hanum Siregar. Loc.Cit. Hal. 24
[7] Moenir Nahrowi Tohir. Menjelajahi Eksistensi tasawuf Meniti Jalan Menuju Tuhan. (Jakarta :As Salam Sejahtera, 2012). Hal. 41
[8] Hamka. Tasawuf perkembangan dan pemurniannya. ( Jakarta : Pustaka Panjimas, 1983) Hal. 82
[9] Ahmad Bangun Nasution, Rayani Hanum Siregar. Ibid. Hal. 25
[10] Hamka. Ibid. Hal. 83
[11] Ahmad Bangun Nasution, Rayani Hanum Siregar. Ibid. Hal. 25
[12] Hamka. Ibid. Hal. 158
[13] H. Rus’an. Imam Al-Ghazali Mutiara Ihyaa’ Ulumuddin. (Semarang : Wicaksana, 1984). Hal. 24
[14] Ahmad Bangun Nasution, Rayani Hanum Siregar. Ibid. Hal. 25
[15] Ahmad Bangun Nasution, Rayani Hanum Siregar. Ibid. Hal. 25-26
[16] Ahmad Bangun Nasution, Rayani Hanum Siregar. Ibid. Hal. 26

4 komentar: