Rabu, 18 November 2015

PEMIKIRAN POLITIK MUSTAFA KEMAL AT TATTURK



MUSTAFA KEMAL AT-TATURK
Dibuat guna Memenuhi Tugas :
Mata Kuliah : Fiqih Siyasah 2
Dosen Pengampu : Nursyamsudin

Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: gh
Disusun oleh:
Sofiani Novi Nuryanti (132211078)
Ahmad Haidar (132211075)
Aprilia Ambarwati (132211074)


FAKULTAS SYARI`AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI WALISONGO
SEMARANG
2015
I.                   PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Akhir perang dunia I menandai runtuhnya Dinasti Utsmani dan berkurang wilayah kekuasaanya. Mustafa Kemal tidak lama kemudian dengan sukses memimpin revolusi perlawanan terhadap rezim Utsmani lama dan pada 1922 republik barupun didirikan. Republik baru ini melakukan proses reformasi yang sangat cepat yang ditujukan untuk mengubah kehidupan politik dan sosial bangsa dengan melakukan sekularisasi dan westernisasi serta membatasi dan mengontrol peran agama dan juga institusinya.[1]
Dibandingkan tokoh pemikir politik seperti Thaha Husein dan Ali Abdurraziq, Mustafa Kemal adalah tokoh yang paling kontroversial dan paling berpengaruh. Ia tidak hanya berbicara pada tataran wacana, tetapi juga bergerak pada lapangan praktis mengembangkan ide-ide sekularisasinya dalam berbagai kebijakan politiknya. Dialah yang menjadikan Turki sebagai negara nasional yang modern dan menyelamatkan kerajaan Turki Utsmani dari kekalahan total atas bangsa-bangsa Eropa.[2] Untuk mengetahui bagaimana tindakan-tindakan Mustafa Kemal mengenai ide-ide sekularisasinya di Turki, berikut akan penulis paparkan.
B.     Rumusan masalah
1.      Bagaimana biografi Mustafa Kemal Attaturk?
2.      Bagaimana pemikiran politik Mustafa Kemal Attaturk?
3.      Bagaimana kritik dari pemikiran Mustafa Kemal Attaturk tersebut?
4.      Bagaimana relevansi pemikiran politik Mustafa Kemal Attaturk di Indonesia?
C.     Tujuan
1.      Mengetahui Biografi Mustafa Kemal Attaturk
2.      Mengetahui pemikiran politik Mustafa Kemal Attaturk.
3.      Mengetahui relevansi pemikiran politik Mustafa Kemal Attaturk  di Indonesia.
4.      Mengetahui kekurangan dari pemikiran Mustafa Kemal Attaturk.

II.                PEMBHASAN
A.    Biografi Mustafa Kemal Attaturk
Mustafa dilahirkan pada 1881 di Kota Salonika, Yunani sekarang. Orang tuanya berasal dari keluarga religious dan menginginkan supaya Mustafa besar dalam suasana religious pula. Ayahnya, Ali Riza adalah pegawai rendahan dikantor pemerintah kota tersebut, sementara ibunya Zubayda adalah seorang perempuan yang memiliki rasa keberagamaan yang dalam. Semula ibunya mengirim Mustafa ke Madrasah, tetapi ia tidak merasa betah dan melawan gurunya. Orangtuanya pun kemudian memindahkannya kesekolah dasar modern di Salonika. Selanjutnya karena tertarik dengan lapangan militer atas usahanya sendiri. dilapangan militer  inilah agaknya jalur hidup Mustafa. Berturut-turut kemudian ia melanjutkan pendidikan pada sekolah latihan militer di Manstir dan sekolah tinggi militer di Istanbul. Pada 1905 ia menyelesaikan pendidikan pada sekolah latihan militer dengan pangkat kapten.[3]
Karena kecerdasannya Mustafa mendapatkan gelar tambahan “Kemal” (yang sempurna) dibelakang namanya, sehingga namanyapun menjadi Mustafa Kemal. Ini karena kemampuannya yang luarbiasa dalam bidang matematika disekolah tinggi tersebut. Atas jasanya pula membawa Turki menjadi bangsa yang modern ia memperoleh gelar “Ataturk” (Bapak Turki).[4]
Setelah menyelesaikan pendidikan militernya, Mustafa mengalihkan perhatian totalnya pada lapangan politik. Untuk menambah wawasan keilmuan dan mengasah naluri politiknya ia belajar bahasa perancis dan banyak membaca karya-karya pemikir politik perancis seperti Volteire, J.J rosseou, dan August Comte.[5]
Pada masa studinya, Kemal menghadapi kenyataan penguasa Turki ketika itu, Sultan Abdul Hamid, yang despotik dan absolut serta cenderng anti pembaruan. Sultan mengekang kebebasan berpendapat. Para Mahasiswa diawasi secara ketat. Demikian juga Mustafa Kemal yang saat itu tidak senang dengan pemerintahan Sultan Hamid. Namun demikian, tekanan ini tidak membuat Kemal gentar. Ia malah membentuk gerakan tanah dan menerbitkan surat kabar rahasia yang ditulis tangan. Gerakan ini mendukung kritikan terhadap penguasa dan menolak absolutisme sultan, namun akhirnya akibat gerakannya Kemal ditangkap dan dijebloskan kedalam penjara. Selanjutnya diasingkan ke Suriah.[6]
Sebagai orang politik, naluri politiknya tidak pernah hilang ketika dipengasingan ia membentuk perkumpulan Vatan (tanah air) bersama dengan teman-temannya. Perkumpulan ini diharapkan menjadi motor bagi revolusi di Turki. Karena itu ia terus mengembangkan perkumpulan ini dan membuka cabang dikota-kota Timur Tengah seperti Jaffa, Beirut, dan Yerusalem. Dalam perkembangannya Kemal selanjutnya mendirkan vatan di Salonika, kota kelahirannya. Nama perkumpulan ini kemudian disempurnankan menjadi Vatan Ve Hurriyet Cemiyeti (perkumpulan tanah air dan kemerdekaan).[7]
Dalam lapangan militer Kemal memperlihatkan sosoknya sebagai komandan perang yang tangguh ia membawa tentara Turki memenangkan pertempuran perang melawan Italia (1911-1912), perang Dardanella (1915), perang kaukasus (1916), dan perang Palestina (1917). Pada 1917, Kemal diangkat menjadi panglima devisi ke-19 dan insektur tentara di Erzurrum.[8]
Kemal meninggal tanggal 10 November 1938 dengan membawa perubahan signifikan bagi bangsa Turki dan sekaligus meninggalkan kontroversi didunia islam. Ia dipuji oleh bangsa Turki sebagai bapak Turki yang membebaskan Turki dari belenggu Depotisme penguasa kerajaan Turki Utsmani dan sekutu. Namun sebaliknya, ia dianggap sebagai orang yang paling bertanggung jawab atas sekularisasi di dunia Islam.[9]
B.     Pemikiran Mustafa Kemal Attaturk
Mustafa Kemal melihat bahwa pemerintahan Turki utsmani bukan type ideal pemerintahan modern. Sultan berkuasa mutlak dan tidak dibatasi oleh hukum. Tidak ada parlemen yang mengontrol kekuasaan sultan. Selain itu dalam hubungan dengan barat (sekutu) sultan juga tidak berdaya menghadapi kekuatan barat yang sedikit demi sedikit menguasai kekuasaan Turki Utsmani.[10]
Untuk masalah yang pertama Kemal melakukan gerakan anti pemerintah melalui perkumpulan Vatan-nya. Adapun untuk yang kedua Kemal dengan berani melawan barat (sekutu) dan berhasil merebut kembali wilayah kekuasaan Turki dari sekutu. Kemal pun menjadi terkenal di kalangan masyarakat Turki dan dianggap sebagai pahlawan. Ia mendapat dukungan dan simpati dari masyarakat Turki.[11]
Pada 1920 Kemal dan kawan-kawan membentuk Majelis Nasional Agung. Dalam sidangnya di Ankara, Majelis sepakat memilih Kemal menjadi ketuanya. Inilah awal langkah Kemal menjadi seorang Presiden untuk melakukan upaya-upaya pembaruan yang telah lama dicita-citakannya. Posisi Kemal semakin kuat dan akhirnya dunia internasional pun mengakui eksistensi Kemal sebagai penguasa Turki. Dalam sidangnya yang pertama, Majelis Nasional Agung memutuskan hal-hal penting, yaitu:
1.)    Kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat Turki.
2.)    Perwakilan rakyat tertinggi berada ditangan majlis Nasional Agung.
3.)    Majlis Nasional Agung berfungsi sebagai lembaga legislative dan eksekutif sekaligus.
4.)    Tugas pemerintahan dilakukan oleh Majelis Negara yang anggotanya dipilih dari Majelis Nasional Agung.
5.)    Ketua Majlis Nasional Agung merangkap jabatan sebagai ketua Majlis Negara.[12]
Dalam pemikiran Kemal, Turki Utsmani tidak maju karna terdapat hubungan yang erat antara Islam dan negara. Penguasa Utsmani waktu itu menggunakan dua gelar sekaligus untuk kekuasaannya, yaitu gelar khalifah untuk kekuasaan agama dan gelar sultan untuk kekuasaan politik (duniawi). Bagi Kemal, ikut campurnya Islam dalam berbagai lapangan publik, termasuk politik, telah membawa kepada kemuduran Islam. Kemal membandingkan bahwa barat berani meninggalkan agama dari lapangan politik dan melakukan sekularisasi sehingga melahirkan peradaban yang tinggi. Karena itu, kalau Turki mau maju dan modern, tidak ada jalan lain kecuali meniru barat dengan melakukan sekularisasi juga. Masyarakat Turki harus diubah menjadi Barat.[13]
Kemenangan tentara Mustafa Kemal pada Agustus 1922 menandai berakhirnya perang Turki dan berdirinya republik. Sebagai realisasi dari gagasannya, dibawah kepemimpinan Kemal, republik baru memulai serangkaian reformasi radikal yang berfungi untuk mengubah Turki menjadi negara sekular modern. Dengan mengikuti model laicite Perancis (laiklik dalam bahasa Turki), para pendukung gerakan Kemal berusaha untuk membatasi peran agama hanya sebagai peran keagamaan privat yang terpisah dari ruang publik. Ideologi ini dipromosikan melalui serangkaian kebijakan dan hukum antara tahun 1922 dan 1935. Diantara perubahan radikal itu adalah penghapusan sistem kekhalifahan, penutupan sekolah-sekolah Islam tradisional (madrasah) dan pembubaran pengadilan agama pada 1924.
Seperti yang telah disebutkan diatas, hal pertama yang dilakukan oleh Kemal adalah menghapus jabatan Sultan sebagai pemegang kekuasaan politik pada 1922, dan ini disetujui oleh Majlis Nasional Agung. Selanjutnya pada Oktober 1923, terjadi perubahan mendasar dalam pemerintahan Turki. Majelis Nasional Agung memutuskan Turki sebagai negara republik, meskipun masih tetap mencantumkan Islam sebagai agama negara. Namun demikian, konsep ini menjadikan dualisme kepemimpinan dalam negara Turki yaitu Presiden sebagai penguasa eksekutif tertinggi dan khalifah sebagai pemegang kekuasaan spiritual. Masalahnya adalah bahwa khalifah disini masih dipahami sebagai pengertian lama, yakni kepala negara juga. Ini yang menimbulkan kerancuan, sehingga akhirnya Kemal berpendapat bahwa jabatan Khalifah juga harus dihapuskan.[14]
Mustafa Kemal, memandang bahwa keberadaan khalifah yang menjadi peninggalan sejarah seperti itu akan mengancam kedaulatan nasional republik yang baru berdiri. Kelompok ini menganggap usulan untuk menjadikan khalifah sebagai pemimpin agama internasional sebagai sesuatu yang tidak mungkin. Karena menurut kelompok ini, institusi kekhalifahan bukanlah institusi yang benar-benar Islami melainkan penyesuaian dari pemerintahan kesultanan. Kelompok ini tidak menerima kemungkinan pendefinisian ulang institusi kekhalifahan dalam konteks Islam dan juga tidak percaya bahwa pendefinisian ulang itu adalah sesuatu yang diinginkan. Mereka bahkan melihatnya sebagai mimpi yang tidak berguna, yang mungkin tidak bisa dicapai oleh republik baru.[15]
Pada Februari 1924, dibicarakanlah di Majlis Nasional Agung tentang masalalah ini. Akhirnya pada 3 Maret 1924, disetujuilah penghapusan Khalifah. Khalifah Abdul Majdid sebagai penguasa terakhir dinasti Turki Utsmani beserta keluarganya diperintahkan untuk meninggalkan Turki. Iapun pergi ke Swiss. Inilah akhir riwayat Turki Utsmani yang pernah Berjaya sejak 1300 M dan digantikan dengan Republik Turki Modern oleh Mustafa Kemal.[16]
Penghapusan khilafah Utsmani merupakan awal bagi pemberlakuan sekularisme dalam kenegaraan di Turki. Pada 3 Maret 1924, Majelis Nasional Agung menghapus Kementrian Syari’ah dan awqaf dan menyatukan sistem pendidikan dibawah kementrian pendidikan. Mustafa juga menghapus jabatan Syekh Al-Islam, pembantu utama khalifah Utsmani dalam masalah-masalah agama. Selanjutnya sekolah-sekolah dan perguruan tinggi agama juga ditutup. perubahan drastis dan radikal ini bukan tidak menimbulkan pertentangan dari masyarakat Turki. Beberapa kawan Kemal selama ini berusaha melakukan kudeta. Kampanye anti Kemal digerakkan dimana-mana. gerakan oposisi muncul dengan mendirikan partai republik progresif. Untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul akibat gerakan Kemal ini, ia mengangkat temannya Fethy Bey sebagai perdana mentri menggantikan Ismed Pasha.[17]
Meskipun mendapatkan tantangan yang sangat kuat, Kemal tetap bersikukuh menjalankan gerakan sekularisasinya. Pada tahun-tahun berikutnya rezim baru mulai membubarkan sejumlah tarekat (1925), melarang pemakaian tutup kepala khas dinasti Utsmani (fez) bagi laki-laki, menghalangi perempuan untuk memakai kerudung, dan mengadopsi kalender Gregorian sebagai satu-satunya kalender resmi. Pada 1926, hukum pidana baru yang berdasarkan model Swiss mulai diadopsi (1926). Pengadopsian ini menandai berakhirnya hubungan negara dengan syari’ah sekaligus dimulainya pengenalan undang-undang pernikahan dan sipil. Pada 1928 negara mulai mendeklarasikan diri sebagai negara sekular, Islam tidak lagi dianggap sebagai agama resmi negara (1928) dan alphabet Turki yang sudah dilatinkan pun mulai diadopsi. Hari minggu ditetapkan sebagai libur mingguan resmi pada 1935.[18] Menghapus tugas parlemen dalam menerapkan hukum Islam (1928), menggantikan aksara Arab dengan Aksara Latin (1928), menetapkan sumpah sekular untuk Anggota Majlis Nasional Agung (1928).[19]
Bentuk sekularisme kemalian ini dirancang agar negara bisa mengontrol agama, bukan semata-mata menyingkirkannya dari ruang publik.[20] Menurut Harun Nasution, sekularisasi yang dilakukan oleh Kemal tidak sampai menghilangkan agama dan Kemal tidak berhasil membuat Turki lepas sama sekali dari ikatan Agama karena rakyatnya masih memegang teguh Islam. Semangat religiositas masyarakat Turki yang begitu dalam tidak serta merta dapat dihapuskan dengan sekularisasi Kemal. Disisi lain negara juga membutuhkan lembaga-lembaga Islam. Penting untuk dicatat bahwa gerakan ini tidak dimotifasi oleh ateisme maupun oleh pandangan anti-islam. Mustafa Kemal selalu menekankan kesetiaannya pada Islam. Pada 1923, misalnya ia menyatakan “Agama kita adalah agama yang paling masuk akal dan alami. Karena itulah agama kita menjadi agama yang terakhir. Agama yang alami harus sesuai dengan akal, ilmu pengetahuan, dan logika. dan agama kita memang memenuhi persyaratan itu”. Jadi usaha Kemal untuk mensekularkan Turki lebih dimotifasi oleh pragmatisme dan keinginan untuk menghilangkan model negara Dinasti Utsmani termasuk menghapuskan penerapan syariah yang telah digunakan oleh Eropa sebagai alasan untuk melakukan intervensi terhadap urusan dalam negri Turki. Ia melihat bahwa penghapusan symbol-simbol lama itu merupakan langkah yang penting bagi Turki agar bisa menjadi negri yang benar-benar independen dari hegemoni dan campur tangan Barat. Ia bahkan menganggap reformasi yang dilakukannya sebagai upaya untuk melindungi Islam, untuk memisahkan agama yang suci dari politik yang kotor. Kemal dan pendukungnya beranggapan bahwa pengadopsian norma dan institusi modern memang mengharuskan dikorbankannya beberapa pemahaman Agama tradisioanal. Dan hanya itulah cara bagi umat Islam agar terus bertahan secara terhormat dalam dunia modern ini.[21]
Satu langkah penting yang diambil dari proses ini adalah mengontrol ulama dan tarekat sufi melalui berbagai cara termasuk menetapkan undang-undang mengenai penyatuan sistem undang-undang, mengenai penyatuan sistem pendidikan yang menjadi landasan hukum bagi penutupan seluruh madrasah dan pelimpahan seluruh urusan pendidikan pada kekuasaan kementrian pendidikan. Pemakaian baju tradisional ulama juga dilarang, dan mereka tidak lagi diperbolehkan untuk memakai gelar yang melambangkan otoritas keagamaan seperti “alim” atau “syekh”. Pada 1928, pengadopsian alfabet Roma dan pelarangan pengajaran bahasa Arab dan Persia dilakukan untuk menghancurkan hubungan kultural dan intelektual antara Dinasti utsmani lama dan Dunia Islam modern.[22]
Usaha-usaha ini juga menandakan bahwa ulama tidak lagi memainkan peran signifikan dalam masyarakat. Pengetahuan yang mereka kuasai dan wakili dipandang tidak lebih sebagai peninggalan masalalu dan hambatan bagi usaha negara untuk menghadirkan modernitas dalam masyarakat Turki. Kesempatan mereka untuk bekerja dengan pengetahuan dan pengalaman pendidikan yang mereka miliki kini terbatas pada masjid dan institusi-institusi keagamaan. Karena institusi-institusi itupun dikontrol dan dibiayai oleh negara, independensi ulama pun dilumpuhkan secara efektif. Kelas intelektual lama tergantikan oleh kelas intelektual baru yang berusaha untuk memutuskan ikatan masalalu dan membangun negara dengan budaya sekular baru. Sebagai contoh institut negara Turki mulai menulis sejarah Turki dan Institut bahasa Turki menyusun ulang bahasa Turki.[23]
Perubahan yang dilakukan oleh Kemal sangat radikal. Ia melakukan pembaruan bagi Turki modern diatas pijakan westernisasi, sekularisasi, dan nasionalisme. Westernisasi, karena dalam perkembangannya ia ingin menjadikan Turki modern seperti barat. Ia membuang symbol-simbol tradisi masyarakat Turki yang telah mengakar sebelumnya. Ia juga melarang pemakaian torbus (topi tradisional Turki) dan menggantikannya dengan topi ala Barat. Musikpun harus digantikan, dari aliran timur menjadi music Barat dan radio-radio Turki harus menyiarkan lagu-lagu Barat. Ia hendak menerapkan nilai-nilai Barat dalam segala aspeknya, karena baratlah barometer kemajuan peradaban modern abad ke20. Kemal ingin memutuskan bangsa Turki dari sejarah masalalunya agar Turki dapat masuk kedalam lingkungan peradaban Barat.[24]
Dalam prinsip sekularisme jelas bahwa Kemal tidak menginginkan Agama masuk kedalam wilayah publik. Pranata sosial yang berbau Agama dihapuskannya dan digantikan dengan pranata sekular. Pendeknya negara harus netral dari agama.[25]
Sementara dalam prinsip nasionalisme, Kemal ingin agar bangsa Turki modern mempunyai kebanggaan dengan nasionalitasnya. Pada 1931 ia memerintahkan menggantikan adzan dari bahasa arab kedalam bahasa Turki sebagai wujud nasionalisme tersebut. Ia juga memerintahkan penerjemah Al-Qur’an kedalam bahasa Turki. Pendek kata, Kemal menginginkan pemahaman dan pengamalan Islam oleh rakyat Turki sesuai dengan identitas keturkian dan tidak terikat pada peradaban Arab.[26]
Demikianlah Mustafa Kemal melakukan sekularisasi besar-besaran dalam berbagai aspek kehidupan negara. Tujuannya tidak lain adalah untuk melepaskan negara dari ikatan-ikatan Agama. Prinsip-prinsip sekularisme Kemal ini dengan setia dikawal oleh angkatan bersenjata Turki. Bila ada upaya-upaya untuk memasukkan Islam kedalam wilayah publik, maka angkatan bersenjata merupakan pihak yang paling depan berusaha menggagalkannya.[27]
Dengan keyakinan bahwa modernisasi dan mewesternisasi Turki merupakan jalan yang terbaik bagi negri itu, pendukung gerakan Kemal bertujuan untuk mendidik, membimbing bahkan jika perlu memaksa, masyarakat Turki menjadi masyarakat yang sekular dan modern. Kharisma dan posisi Mustafa Kemal sebagai “penyelemat” dan “bapak” bangsa setelah kemenangannya dalam perang kemerdekaan digunakan untuk mempromosikan dirinya sebagai sosok yang bebas dari kesalahan, pemurah, dan sangat berkuasa. Pertanyaan, kritik, dan perdebatan apapun yang ditujukan pada gerak reformasi Kemal dianggap sebagai gangguan bagi perkembangan negara. Aturan atau kebijakan apapun yang dianggap oleh negara sebagai karakter peradaban modern harus sesegera mungkin diadopsi di Turki, hingga justifikasi publik tidak lagi diperlukan. Institusi-institusi negara biasanya mengimplementasikan kebijakan terlebih dahulu, barulah kemudian kalangan intelektual dan jurnalis mencari pembenaran atas kebijakan tersebut. Karena khawatir akan gangguan kekuatan oposisi dan pemikiran kritis terhadap jalannya reformasi, negara membungkam dan mengasingkan siapapun yang tidak setuju atau mempertanyakan upaya reformasi atas dasar ideology atau perspektif apapun.[28]
Politik sekularisasi yang dipelopori oleh Mustafa Kemal di Turki yang hampir seluruh penduduknya beragama Islam itu ternyata tidak sepenuhnya berhasil, dan tidak pula sanggup mempertahankan keutuhannya. Meskipun diktum pasal 1 undang-undang dasar tahun 1924 tetap utuh, tetapi pemimpin-pemimpin Turki sepeninggal Kemal terpaksa harus mengambil berbagai kebijaksanaan politik yang bersifat korektif terhadap tindakan-tindakan yang diambil sebagai implementasi dari paham sekularis terutama seusai perang dunia II.[29]
Salah satunya adalah politik sekularisasi dalam bidang pendidikan. Dengan disahkannya undang-undang “penyatuan pendidikan”, maka pelajaran agama (islam) disekolah secara berangsur-angsur dikurangi sampai kemudian dihapuskan sama sekali pada tahun 1935 sampai dengan tahun 1948, dan pendidikan agama menjadi tanggung jawab masing-masing orang tua murid. Pada tahun 1931 lembaga-lembaga pendidikan imam dan khatib (negri) ditutup, dan pada tahun 1933 fakultas teologi di Istanbul juga ditutup. Tetapi tindakan-tindakan yang drastis itu ternyata menimbulkan masalah yang serius. Dengan dihapuskannya pelajaran agama disekolah-sekolah, dan ditutupnya lembaga-lembaga pendidikan imam dan khatib (negri) itu bermunculan secara liar lembaga-lembaga pendidikan imam dan khatib dan juga madrasah-madrasah swasta. Selain itu, politik yang tidak memperhatikan kehidupan keagamaan rakyat itu berakibat timbulnya vakum atau kekosongan agama/budaya pada masyarakat, sehingga memberikan peluang kepada gerakan ekstrem dibawah islam untuk mengisi kekosongan itu. Dalam hubungan ini dapat dikemukakan bahwa meskipun dengan gigih berusaha menyisihkan Islam dari kehidupan politik Turki tetapi Kemal tidak memperkenalkan ideologi lain sebagai alternative. Sementara itu dengan dihapuskannya islam, sedangkan tidak tersedia ideology pengganti timbullah kerawanan akan bahaya infiltrasi paham komunisme.[30]
Oleh karena itu sejak tahun 1946 terjadilah perubahan-perubahan yang cukup mendasar dalam sikap pemerintah Turki terhadap pemerintah  agama (Islam). Satu demi satu diambil kebijaksanaan politik yang memberi konsensi kepada semangat keislaman rakyat Turki. Pada tahun 1948 terjadi perubahan sikap terhadap pendidikan agama disekolah. Pada tahun itu di Universitas angkara dibuka fakultas Teologi, diikuti oleh pembukaan kembali lembaga-lembaga pendidikan imam dan khatib (negri) dan delapan lembaga tinggi Islam, tempat mendidik ulama-ulama Sunni. Pelajaran agama Islam kembali di berikan disekolah-sekolah rendah sebagai mata pelajaran fakultatif dan dalam kenyataanya antara 93 sampai 100 persen dari murid-murid mengikutinya. Sejak saat itu pemerintah demi pemerintah berusaha memperlihatkan hormat dan perhatiannya kepada tradisi-tradidi keislaman rakyat. Pada thuan 1950 untuk pertama kali pembacaan Al-Qur’an dikumandangkan di radio. Pada tahun 1960 jumlah kursus pengajian Al-Qur’an yang didirikan pemerintah mencapai 10.000 buah dibandingkan dengan yang didirikan oleh masyarakat sendiri yang berjumlah 40.000 buah. Pada tahun 1956 pelajaran agama (Islam) mulai diajarkan disekolah menengah. Jumlah pendidikan Imam dan Khatib (negri) dari tahun ketahun terus meningkat, dan lulusan dari lembaga itu berhak mengikuti ujianmasuk ke Universitas negri. Pada tahun 1985 tercatat sebanyak 375 madrasah berada dibawah pengawasan pemerintah dengan 83.157 murid dan 10.975 guru. Pada jenjang perguruan tinggi saat ini terdapat sembilan fakultas teologi diseluruh turki.[31]
C.     Kritik pemikiran Mustafa Kemal At-Tatruki
Reformasi sekularisme telah berjalan terlalu jauh, pandangan sekularime kemalian yang masih dominan di Turki sesungguhnya didasarkan pada control penuh negara atas agama. Negara mengatur pendidikan agama, praktik keagamaan, mengontrol keuangan masjid, memasukkan imam kedalam golongan orang yang harus digaji negara, mengatur cara berpakaian disekolah dan tempat bekerja, terutama bagi perempuan. Model ini benar-benar problematis karena ia berusaha mengontrol dan memanipulasi peran islam dalam kebijakan publik dan politik atas nama sekularisme sambil menolak warga negara yang mengambil islam sebagai kekuatan dasar dalam hidupnya serta hak dan kesempatan mereka untuk hidup dalam keyakinannya. Model ini juga benar-benar paradoks karena ia tidak bisa menjalankan control penuh atas agama atau institusi agama tanpa melanggar hakasasi manusia warga negara. Dengan kata lain model ini memang melemahkan konstitusionalisme dan hakasasi manusia dengan mengatasnamakan usaha untuk memegang prinsip-prinsipnya. Dalam reformasi sekularisme yang dilakukan oleh Kemal perlu ditanyakan, bagaimana kewajiban Negara untuk menghormati pilihan pribadi dan kebebasan beragama dengan keharusannya mengatur peran politik agama.
Pelanggaran Hakasasi Manusia dalam sekularisasi Kemal diantaranya adalah Pelarangan memakai jilbab, dimana hal tersebut melanggar hak kebebasan beragama, prinsip kesamaan kesempatan dalam pendidikan dan pekerjaan bagi perempuan. Karena bagi perempuan yang memakai kerudung akan dikeluarkan dari pendidikan yang dijalaninya dan di keluarkan dari pekerjaan yang digelutinya. Selain itu juga, Ada beberapa perempuan yang tidak diperkenankan mendapatkan perawatan dari pusat layanan kesehatan Negara karena memakai jilbab.
Banyak pelanggaran Hakasasi Manusia yang terjadi dalam sekularisasi Mustafa Kemal seperti dilarangnya memakai fez.  Maka dari itu hemat pemakalah, dalam reformasi sekularisme yang dilakukan oleh Kemal perlu ditanyakan, bagaimana kewajiban Negara untuk menghormati pilihan pribadi dan kebebasan beragama dengan keharusannya mengatur peran politik agama.
Disamping pelanggaran Hakasasi manusia dalam sekularisasi, Tidak ada pembatasan intervensi militer terhadap kekuatan politik pun turut serta mewarnai pelaksanaan sekularisasi, karena jelas sekularisme sudah sedemikian mapan di Turki sehingga tidak harus terus bergantung pada perlindungan dari militer. Kontradiksi sekularisme otoritarian di Turki dimungkinkan karena politik militer memang malah memperlemah sekularisme di negri ini dan bukan melindungi / mempromosikan persepsi umum bahwa militer adalah penjaga sekularisme tidak hanya melemahkan legitimasi prinsip ini tetapi juga melanggar dasar prinsip ini yang berakar dalam pemerintahan yang demokratis dan konstitusional.
Sekularisme yang dilakukan oleh Mustafa berdampak pada meningkatkan pluralisme agama dan kebebasan individu apakah ia akan melaksanakan ajaran islam atau tidak. Memaksa perempuan untuk tidak berjilbab dengan menempatkan kewajiban agama dengan undang-undang negara hingga menghilangkan prinsip fundamental mengenai pertanggungjawaban individu  dihadapan tuhan jelas merupakan tindakan yang salah. Sama pula salahnya jika negara membuat perempuan sulit dan tidak memiliki pilihan antara memegang terguh ajaran agamanya atau kehilangan hak atas hak pendidikan, pekerjaan, dan otonomi personanya secara umum. Pandangan ini tidak mengasumikan bahwa intervensi negara sebagai satu-satunya pembatasan atas kebebasan perempuan dan laki-laki untuk memilih karena tekanan dari keluarga atau komunitas pun bahkan lebih kuat dan mengikat.
D.    Relevansi pemikiran Mustafa Kemal At-Tatruki di Indonesia
Pemikiran politik Mustafa Kemal dengan sekularisasinya merupakan perubahan yang radikal terhadap sistem pemerintahan yang berlaku di Turki pada saat itu. Agama tidak berperan sama sekali terhadap negara, bahkan hal-hal kecil yang bersifat privat  dilarang meskipun itu merupakan aturan agama yang dianut oleh warga negara. Seperti kebijakan tidak diperbolehkannya menggunakan jilbab, larangan pemakaian fez, dihapuskannya simbol-simbol keagamaan, bahkan adzan pun menggunakan bahasa Turki.
Indonesia merupakan negara bermasyarakat plural yang memiliki berbagai macam ragam budaya, bahasa, dan termasuk didalamnya adalah agama. Seperti halnya pemikiran dari Mustafa Kemal bahwa sekularisasi dalam sebuah negara penting, maka Indonesia pun demikian akan tetapi dalam beberapa hal tertentu saja. Hal ini untuk menghindari konflik antar penganut agama jika salah satu agama  di Indonesia ditetapkan sebagai Agama Negara. Hal ini tercermin dalam beberapa kali sidang pengembalian tujuh kata dalam sila pertama yaitu sila ketuhanan yang diikuti dengan klausul : “… dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Upaya pengembalian tujuh kata lewat parlemen, setidaknya telah terjadi tiga kali yaitu Sidang Majelis konstituante tahun 1956-1959, MPRS tahun 1966-1968, Sidang Tahunan MPR (ST MPR) tahun 2000. Namum upaya pengembalian tujuh kata tersebut selalu gagal. Tujuan pengembalian tujuh kata ini sendiri adalah untuk terbukanya pelaksanaan syari’at Islam terbuka pada masa mendatang. Dan ini juga menunjukkan untuk digunakannya agama Islam sebagai agama negara, akan tetapi dalam realisasinya tidak mungkin dan banyak perlawanan dari berbagai pihak termasuk kubu sekular pada saat itu.
Hemat penulis Indonesia bukanlah Negara sekular, walaupun tidak menggunakan salah satu dari agama yang hidup didalamnya sebagai Agama Negara. Karena dilihat dari definisi negara sekular itu sendiri bahwa Negara sekuler adalah negara yang tidak mengikutsertakan agama dalam menjalankan roda pemerintahannya, dengan kata lain, tidak mendasarkan Undang-undang pada agama, tidak mendasarkan kebijakan, peraturan pemerintah, dan produk perundang-undangan pada agama. Sedangkan Indonesia sendiri mengadopsi aturan-aturan yang agama yang ada, seperti dalam pengadilan agama ada beberapa peraturan yang merujuk pada kitab fiqih. Akan tetapi Indonesia tidak termasuk juga dalam Negara Agama, kembali pada definisi dari Negara Agama itu sendiri bahwa Negara agama adalah negara yang menjalankan roda pemerintahan dan mengeluarkan berbagai kebijakan berdasarkan agama. Sedangkan roda pemerintahan Indonesia dan berbagai kebijakan yang dikeluarkan tidak seluruhnya berdasarkan pada agama.
Indonesia bukan negara agama, juga bukan negara sekular, Indonesia adalah negara yang tidak menjurus ke dalam kedua bentuk tersebut. Pemerintahan dijalankan berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 dan Pancasila. Inilah yang membuat Indonesia bisa tetap bersatu sampai sekarang, bila salah satu bentuk di atas diterapkan, sangat tidak cocock dengan Indonesia. Ketika akan menerapkan sekulerisme, hal ini bertentangan dengan kebudayaan Indonesia sejak jaman dahulu yang tak terlepas dari keilahian dan tradisi-tradisi religius. Jika menetapkan negara agama, maka akan timbul perang besar antar agama, karena sejak awal memang bukan hanya ada 1 agama atau kepercayaan saja di bumi pertiwi, melainkan banyak keyakinan dan kepercayaan.

III.             PENUTUP
A.    Simpulan
Mustafa dilahirkan pada 1881 di Kota Salonika, Yunani sekarang. Ayah bernama Ali Riza dan Ibunya Zubayda. Mustafa merupakan alumnus dari pendidikan militer, yang tertarik dengan dunia politik. Pemikirannya dilator belakangi oleh penguasa Turki, Sultan Abdul Hamid, yang despotik dan absolut serta cenderng anti pembaruan. Sultan mengekang kebebasan berpendapat. Para Mahasiswa diawasi secara ketat. Yang pada akhirnya mengantarkanMustafa mengalami masa tahanan. Mustafa dijuluki Kemal karena ia merupakan murid yang pintar dalam bidang matematika dan di juluki At-Taturk karena jasa beliau di Turki. Pemikiran Mustafa Kemal sendiri adalam memisahkan negara dengan agama, dimana agama tidak boleh ikut campur dalam kancah politik. Dan menganggap bahwa peran agama islam dalam Turki yang menyebabkan negara Turki tidak mengalami kemajuan. Dari sisi inilah Mustafa dalam kesempatan emas yang ia peroleh melakukan sekularisasi yang sangat radikal terhadap negara Turki diantaranya : penghapusan jabatan khalifah, penghapusan madrasah-madrasah, pelarangan memakai jilbab, dan aturan-aturan lain yang menekan agama agar tidak berperan sama sekali di Turki.
Sekularisasi yang dilakukan oleh Mustafa sendiri melupakan bahwa HAM setiap warga negaranya untuk melaksanakan aturan agama perlu. Dan negara Indonesia bukan negara sekular ataupun negara agama, melainkan negara Indonesia adalah negara yang tidak menjurus ke dalam kedua bentuk tersebut. Pemerintahan dijalankan berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 dan Pancasila.
B.     Kritik dan saran
Demikianlah makalah tentang Mustafa Kemal At-Tatturk yang telah penulis paparkan. Kami menyadari makalah ini jauh dari sempurna maka dari itu kritik yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan untuk perbaikan. Harapan pemakalah, semoga makalah ini dapat memberi pengetahuan baru dan bermanfaat bagi kita semua



[1] Abdullahi Amed An-Na’im. Islam dan Negara Sekular. (Bandung : Mizan Pustaka, 2007). Hal. 363.
[2] Muhammad Iqbal, Amin Hasan Nasution. Pemikiran Politik Islam dari Masa Klasik hingga Indonesia Kontemporer. (Jakarta : Kencana,2010). Hal. 107
[3] Muhammad Iqbal, Amin Hasan Nasution. Ibid. Hal. 108
[4] Muhammad Iqbal, Amin Hasan Nasution.. Loc.Cit.
[5] Muhammad Iqbal, Amin Hasan Nasution.. Loc.Cit.
[6] Muhammad Iqbal, Amin Hasan Nasution. Ibid. Hal. 108-109
[7] Muhammad Iqbal, Amin Hasan Nasution. Ibid.Hal. 109
[8] Muhammad Iqbal, Amin Hasan Nasution. Loc.Cit.
[9] Muhammad Iqbal, Amin Hasan Nasution. Loc.Cit.
[10] Muhammad Iqbal, Amin Hasan Nasution. Ibid.Hal. 109-110
[11] Muhammad Iqbal, Amin Hasan Nasution. Ibid. Hal. 110
[12] Muhammad Iqbal, Amin Hasan Nasution. Loc.Cit.
[13] Muhammad Iqbal, Amin Hasan Nasution. Ibid. Hal. 110-111
[14] Muhammad Iqbal, Amin Hasan Nasution. Ibid. Hal. 111
[15] Abdullahi Amed An-Na’im. Ibid. Hal. 361.
[16] Muhammad Iqbal, Amin Hasan Nasution. Ibid.Hal. 111
[17] Muhammad Iqbal, Amin Hasan Nasution. Ibid. Hal. 111-112
[18] Abdullahi Amed An-Na’im. Ibid. Hal. 358.
[19] Muhammad Iqbal, Amin Hasan Nasution. Ibid. Hal. 112
[20] Abdullahi Amed An-Na’im. Ibid. Hal. 358.
[21] Abdullahi Amed An-Na’im.Ibid. Hal. 359.
[22] Abdullahi Amed An-Na’im.Ibid.Hal. 358.
[23] Abdullahi Amed An-Na’im.Ibid.. Hal. 358-359
[24] Muhammad Iqbal, Amin Hasan Nasution. Ibid. Hal. 112-113
[25] Muhammad Iqbal, Amin Hasan Nasution. Ibid. Hal. 113
[26] Muhammad Iqbal, Amin Hasan Nasution. Loc.Cit
[27] Muhammad Iqbal, Amin Hasan Nasution. Loc.Cit
[28] Abdullahi Amed An-Na’im. Ibid. Hal. 359-360.
[29] Munawir Sjadzali. Islam dan Tata Negara. (Jakarta : Universitas Indonesia, 1933). Hal. 226.
[30] Munawir Sjadzali. Ibid.Hal. 226-227.
[31] Munawir Sjadzali. Ibid. Hal. 227.
DAFTAR PUSTAKA
Amed An-Na’im, Abdullahi, 2007, Islam dan Negara Sekular, Bandung : Mizan Pustaka.
Iqbal, Muhammad, Amin Hasan Nasution, 2010, Pemikiran Politik Islam dari Masa Klasik hingga Indonesia Kontemporer, Jakarta : Kencana.
Munawir Sjadzali, Munawir, 1933, Islam dan Tata Negara, Jakarta : Universitas Indonesia.

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar