Rabu, 25 November 2015

INTERELASI NILAI JAWA DAN ISLAM DALM BIDANG POLITIK



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Islam jawa sering dipandang sebagai islam sinkretik atau Islam nominal, yang konsekuensinya Islam Jawa bukanlah Islam dalam arti sebenarnya. atau “kurang islam, bahkan “tidak islam” pendapat ini dibuktikan dari pendapat beberapa ilmuan seperti Robert F. Hefner , C.C. Berg, dan Geertz.[1]
Ketika Islam datang datang dan berinteraksi dengan nilai-nilai lama tersebut,masyarakat sering menyebutnya sebagai nilai-nilai kebudayaan Jawa.Nilai-nilai kebudayaan yang berkembang juga menyangkut bidang Arsitektur. Mark R. Woodward(1985) mengatakan bahwa Islam Jawa bagaimanapun juga berakar pada tradisi dan teks suci Islam itu sendiri.Menurutnya penting untuk mengetahui pola hubungan simbolik antara teks suci dan situasi historis umat Islam,sehingga kita bisa melihat kehadiran arsitektur yang memadukan nilai islam(di Timur Tengah) dengan karakteristik lokal (Jawa) yang sudah berkembang.
Pandangan di atas akan mebantah opini dimana Islam Jawa sering dipandang sebagai Islam sinkretik atau islam nominal,yang konsekuensinya Islam Jawa bukanlah Islam dalam arti sebenarnya atau kurang Islam. Oleh karena itu, penting pula memahami interelasi Islam Jawa pada bidang arsitektur. Mengingat arsitektur (secara fisik) menunjukkan keberadaan perkembangan budaya suatu daerah. Nisalnya dari bangunan tempat ibadah,makam,tata ruang kota,dll.Sehingga dalam makalah ini kami akan membahas mengenai interelasi nilai jawa dan Islam dalam bidang arsitektur. 



B.     Rumusan Masalah

A.    Bagaimana sejarah arsitektur islam?
B.     Bagaimana Model arsitektur masjid di Jawa?
C.     Bagaimana tata letak Kota di Jawa?
D.    Bagaimana Model rumah orang Jawa?



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah arsitektur islam
Kata Arsitektur berasal dari bahasa Yunani,yaitu: architekton yang terbentuk dari dua suku kata,yakni arkhe yang bermakna asli,awal,otentik,dan tektoo yang bermakna berdiri stabil,dan kokoh. Arsitektur Islam adalah Ilmu dan seni merancang Bangunan,kumpulan Bangunan,struktur lain yang fungsional,dan dirancang berdasarkan kaidah estetika Islam.[2]
Secara singkat,arsitektur adalah pengetahuan seni merancang (mendesain) bangunan. Adapula yang mengartikan,arsitektur merupakan perkara bangun-membangun, perkara merangkai dan menegakkan bahan satu dengan bahan lain untuk melawan gravitasi yang cenderung menarik rebah ke Tanah.
Sedangkan arsitektur Islam adalah arsitektur yang berangkat dari konsep pemikiran Islam. Inti dari ajaran Islam adalah Al-Qur’an dan Hadist,dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa arsitektur Islam juga memiliki inti yang sama. Dalam kategori ini arsitektur islam yang dimaksud terkait dan terikat dengan suatu zaman atau periode tertentu ataukaum tertentu,jadi dapat dikatakan arsitektur Islam adalah abadi dan borderless atau tidak terbatas pada daerah tertentu bagi kaum tertentu.
Arsitektur Islam sebagai cerminan budaya sosial kultural ummah (masyarakat Islam) yang tengah berkembang pada periode waktu dan tempat tertentu (selanjutnya kita sebut arsitektur budaya Islam Jawa). Hasil karya utama dalam seni arsitektur Islam adalah Masjid sebagai konsekuensi dari ajaran Islam yang mengajarkan shalat dan Masjid sebagai tempat pelaksanaannya.

B.     Model arsitektur masjid di jawa

     Asal mula pertumbuhan arsitektur Islam terjadi pada masa Nabi Muhammad SAW dan khulafaurasyidin. Sejarah arsitektur Jawa-Islam sebenarnya sudah dapat dilihat sejak awal masuknya islam di Jawa.mengingat bahwa salah satu saluran penyebaran Islam di Jawa dilakukan melalui karya seni arsitektur,diantaranya adalah bangunan Masjid. Dalam sejarah peradaban agama Islam, masjid dianggap sebagai cikal bakal arsitektur dalam Islam, yakni dengan dibangunnya Masjid Quba oleh Rasulullah SAW sebagai Masjid pertama yang dibangun.
     Sementara itu,sebelum Islam masuk di Jawa masyarakat jawa telah memiliki kemampuan dalam melahirkan karya seni arsitektur,baik yang dijiwai oleh nilai seni asli jawa maupun jenis banguan lain seperti kuburan,candi,keraton,dll.
     Oleh karena itu ketika Islam masuk di Jawa,arsitektur jawa tidak dapat dinafikan oleh Islam. Jadi agar Islam dapat diterima sebagai agama orang Jawa,maka simbol-simbol Islam hadir dalam bingkai budaya dan konsep Jawa yang kemudian memunculkan kreativitas baru sebagai hasil perbaduan dua kebudayaan dan sekaligus sebagai pengakuan akan keberadaan keunggulan muslim Jawa dalam karya arsitektur.
Di bawah ini beberapa contoh arsitektur masjid di Jawa :
a.         Masjid Agung Demak
              Masjid Agung Demak memiliki arsitektur yang masih bergaya Hindu dan dimodifikasi dengan nuansa Islam. Atapnya yang terbuat dari kayu jati,bersusun tiga, menggambarkan kaitan antara iman, Islam dan Ikhsan. Pintu masuk bangunan utama masjid ada 5 buah yang menggambarkan rukun Islam.sedangkan jendelanya 6 melambangkan rukun Iman.
              Masjid ini merupakan satu-satunya masjid yang pertama dan tertua di Jawa. Konon tiang-tiang utama dari masjid ini berjumlah 4 buah,tiang sebelah tenggara dicari dan dibuat oleh Raden Rahmat (Sunan Ampel),sebelah barat daya oleh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati),Barat Laut oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim (Sunan Bonang),Timur Laut oleh Raden Sahid (Sunan Kalijogo) yang membawa tiang saka setinggi 19,54 M yang terbuat dari pohon jati.
              Sunan Kalijogo yang disebut sebagai pimpinan pendirian masjid itu hanya mengumpulkan ranting kayu, ijuk, diikat dengan tali.untuk menjaga keamanan dan kelestarian tiang-tiang itu,kini telah ditutupi dengan kayu yang mengelilingi setiap tiang itu.4 tiang lainnya diambil dari bangunan kerajaan Majapahit.[3]

b.        Masjid Menara Kudus
                        Masjid Meara Kudus terletak di Kota Kudus,Jawa tengah. Masjid yang di bangun Sunan Kudus ini mempunyai menarayang sanga antik,yang mencerminkan perpaduan dua budaya yaitu Islam dan Hindu Jawa. Dibagian depan ditambah bangunan baru berupa serambi. Di atas serambi itulah dibangun sebuah mimbar kubah yang besar bercorak arsitektur bangunan India. Di dalam serambi terdapat menara,tetapi lebih tepat seperti bangunan candi. Pada kaki menara berbentuk bujur sangkar,menara ini terdiri atas 3 bagian : kaki menara,badan menara, dan puncak menara. Pada bagian mustakanya dibuat dari emas yang diberi tangkai kaca. Dari sinilah dapat disimpulkan bahwa Islam tidak merusak kebudayaan yang telah ada sebelumnya.[4]
c.             Masjid jami’ Al-muttaqin kaliwungu
                 Masjid jami’ Al-Muttaqin didirikan pada abad XVII M. Pendapat ini didasarkan pada angka tahun yang ada di makam Kyai Guru Asari,pendiri masjid ini. Tidak jauh dari lokasi masjid,terdapat kompleks makam Kyai Guru Asari dan para keluarga serta keturunannya pada saat ini masih dikeramatkan dan diziarahi oleh masyarakat Kendal maupun kota-kota lain disekitarnya.
                 Kedatangan Beliau dan keberadaan masjid ini yang pada mulanya hanya sebuah surau atau langgar itu rupanya membawa perubahan besar bagi masyarakat Kaliwungu dan Sekitarnya. Yang paling menarik dari masjid bersejarah ini adalah adalah upacara syawalan yang diadakan setiap tanggal 7-14 syawal setia tahunnya. Upacara syawalan ini sebenarnya adalah upacara haul wafatnya Kyai Guru Asari. Tetapi, sekarang ini kegiatan tersebut lebih menonjol sebagai kegiatan pasar satu malam minggu. Masyarakat muslim di Jawa Tengah,khususnya masyarakat Kendal sendiri terutama para orang tua merasa belum sempurna kalau tidak mengunjungi upacara syawalan.

C.     Tata letak kota di Jawa

Arsitektur Islam tetap menaruh kepercayaan pada bahan-bahan bangunan sederhana dan mempergunakan kekuatan-kekuatan elemental alam seperti cahaya dan angin untuk sumber- sumber energinya. Ia membawa alam kedalam kota dengan mewujudkan kembali kelembutan, keselarasan dan ketenteraman alam di dalam halaman-halaman luas masjid dan rumah.
Sebagai sebuah karya seni, maka kemampuan para arsitek muslim Jawa dalam mengakomodasi dua unsur kebudayaan tidak hanya dalam bentuk masjid dan rumah, tetapi telah pula merambah pada lingkup yang lebih luas, yakni pada tataruang sebuah wilayah. atau penataan kota. 
Sejak Islam memiliki sebuah wilayah, maka sebenarnya sejak  itu pula  umat Islam telah mulai memiliki kemapuan dalam menata wilayahnya. Sama halnya ketika umat Islam memiliki wilayah di jawaini. Sebagai sebuah kerajaan Islam jawa, Mataram yang merupakankelanjutandari penguasa kerajaan sebelumnya (Hindu  Majapahit) memiliki tata bangunan kota yang sangat dipengaruhi oleh nilai lokal yang telah ada, dan tata nilai baru yang dibawa oleh Islam.Oleh karenanya tata ruang kota di Jawa pasca kerajaan Hindu jawa menggunakan konsep tata ruang yang berlandaskan pada filosofi jawa yang muatan isinya memakai konsep Islam.
Hal ini terlihat dengan penggunaan konsep mancapat[5] dalam tata ruang desa-desa di jawa, tetapi unsur-unsur macapatnya dengan nilai ajaran Islam yaitu dengan menempatkan keraton,masjid, pasar dan penjara dalam satu komunitas bangunan yang berpusat pada alun-alun. Penataan kota semacam ini sampai sekarang masih terus dapat disaksikan, dimana hampir setiap kota di Jawa yang dibangun pada masa kerajaan Islam, pusat pemerintahannya senantiasa berada dipusat kota yang terdapat alun-alun didepannya, masjid di sebelah baratnya, penjara dan pasar disekitarnya. Kecuali itu ciri khas jalan-jalan yang membelah dari pusat alun-alun dan perkampungan yang dihuni oleh komunitas orang santri yang  disebut kauman telah menjadiciri khas tata kota di jawa.
Bentuk arsitektur tata kota yang lain dapat kita lihat pada bangunan taman sari dan hiasan-hiasan pada keraton seperti pada bangunan keraton yogya yang memilikihiasan kaligrafi atau huruf-huruf Arab, gapura, masjid dan benteng.[6]

D.    Model rumah orang Jawa

Rumah merupakan sesuatu yang penting karena mencerminkan papan (tempat tinggal), disamping dua macam kebutuhan lainnya yaitu sandang (pakaian) dan pangan (makanan). Karena rumah berfungsi untuk melindungi dari tantangan alam dan lingkungannya. Selain itu rumah tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan utamanya saja. Tetapi dipergunakan untuk mewadahi semua kegiatan dan kebutuhan yang ada di dalam rumah tersebut.
Rumah Jawa lebih dari sekedar tempat tinggal. Masyarakat Jawa lebih mengutamakan moral kemasyarakatan dan kebutuhan dalam mengatur warga semakin menyatu dalam satu kesatuan. Semakin lama tuntutan masyarakat dalam keluarga semakin berkembang sehingga timbullah tingkatan jenjang kedudukan antar manusia yang berpengaruh kepada penampilan fisik rumah suatu keluarga. Lalu timbulah jati diri arsitektur dalam masyarakat tersebut.
Rumah Jawa merupakan lambang status bagi penghuninya dan juga menyimpan rahasia tentang kehidupan sang penghuni. Rumah Jawa merupakan sarana pemiliknya untuk menunjukkan siapa sebenarnya dirinya sehingga dapat dimengerti dan dinikmati orang lain. Rumah Jawa juga menyangkut dunia batin yang tidak pernah lepas dari kehidupan masyarakat Jawa.
Bentuk dari rumah Jawa dipengaruhi oleh 2 pendekatan yaitu :
·         Pendekatan Geometrik yang dikuasai oleh kekuatan sendiri
·         Pendekatan Geofisik yang tergantung pada kekuatan alam lingkungan.
Kedua pendekatan itu akhirnya menjadi satu kesatuan. Kedua pendekatan mempunyai perannya masing-masing, situasi dan kondisi yang menjadikan salah satunya lebih kuat sehingga menimbulkan bentuk yang berbeda bila salah satu peranannya lebih kuat. Rumah Jawa merupakan kesatuan dari nilai seni dan nilai bangunan sehingga merupakan nilai tambah dari hasil karya budaya manusia yang dapat dijabarkan secara keilmuan.
Bentuk rumah tradisional jawa dari waktu ke waktu selalu mengalami perubahan bentuk. Secara garis besar tempat tinggal orang jawa dapat dibedakan menjadi 4:
·         Rumah Bentuk Joglo
·         Rumah Bentuk Limasan
·         Rumah bentuk Kampung
·         Rumah Bentuk Masjid dan Tajug atau Tarub

A.    Rumah Joglo
Dibanding 4 bentuk lainnya, rumah bentuk joglo merupakan rumah joglo yang dikenal masyarakat pada umumnya.
Rumah Joglo ini kebanyakan hanya dimiliki oleh mereka yang mampu. Hal ini disebabkan rumah bentuk joglo membutuhkan bahan bangunan yang lebih banyak dan mahal daripada rumah bentuk yang lain. Masyarakat jawa pada masa lampau menganggap bahwa rumah joglo tidak boleh dimiliki oleh orang kebanyakan, tetapi rumah joglo hanya diperkenankan untuk rumah kaum bangsawan, istana raja, dan pangeran, serta orang yang terpandang atau dihormati oleh sesamanya saja. Dewasa ini rumah joglo digunakan oleh segenap lapisan masyarakat dan juga untuk berbagai fungsi lain, seperti gedung pertemuan dan kantor-kantor.
Banyak kepercayaan yang menyebabkan masyarakat tidak mudah untuk membuat rumah bentuk joglo. Rumah bentuk joglo selain membutuhkan bahan yang lebih banyak, juga membutuhkan pembiayaan yang besar, terlebih jika rumah tersebut mengalami kerusakan dan perlu diperbaiki.
Kehidupan ekonomi seseorang yang mengalami pasang surut pun turut berpengaruh, terutama setelah terjadi penggeseran keturunan dari orang tua kepada anaknya. Jika keturunan seseorang yang memiliki rumah bentuk joglo mengalami penurunan tingkat ekonomi dan harus memperbaiki serta harus mempertahankan bentuknya, berarti harus menyediakan biaya secukupnya. Ini akan menjadi masalah bagi orang tersebut. Hal ini disebabkan adanya suatu kepercayaan, bahwa pengubahan bentuk joglo pada bentuk yang lain merupakan pantangan sebab akan menyebabkan pengaruh yang tidak baik atas kehidupan selanjutnya, misalnya menjadi melarat, mendatangkan musibah, dan sebagainya.
Pada dasarnya, rumah bentuk joglo berdenah bujur sangkar. Pada mulanya bentuk ini mempunyai empat pokok tiang di tengah yang di sebut saka guru, dan digunakan blandar bersusun yang di sebut tumpangsari. Blandar tumpangsari ini bersusun ke atas, makin ke atas makin melebar. Jadi awalnya hanya berupa bagian tengah dari rumah bentuk joglo zaman sekarang. Perkembangan selanjutnya, diberikan tambahan-tambahan pada bagian-bagian samping, sehingga tiang di tambah menurut kebutuhan. Selain itu bentuk denah juga mengalami perubahan menurut penambahannya. Perubahan-perubahan tadi ada yang hanya bersifat sekedar tambahan biasa, tetapi ada juga yang bersifat perubahan konstruksi.
Dari perubahan-perubahan tersebut timbulah bentuk-bentuk rumah joglo yang beraneka macam dengan namanya masing-masing. Adapaun, jenis-jenis joglo yang ada, antara lain : joglo jompongan, joglo kepuhan lawakan, joglo ceblokan, joglo kepuhan limolasan, joglo sinom apitan, joglo pengrawit, joglo kepuhan apitan, joglo semar tinandu, joglo lambangsari, joglo wantah apitan, joglo hageng, dan joglo mangkurat.[7]
Bercerita soal desain rumah seakan tidak ada habisnya. Baik rumah modern maupun rumah klasik traditional. Salah satu desain yang akan kita bahas kali ini adalah desain yang tidak lekang oleh waktu yaitu“Rumah Joglo Jawa”Walaupun hari ini banyak berhembus trend rumah model Eropa, Desain Mediterania, desain rumah Gothic maupun desain rumah yang lain  baik yang desain rumit maupun sederhana seperti desain rumah minimalis. Tapi desain rumah traditional klasik warisan budaya nenek moyang kita yaitu rumah Joglo Jawa tetap akan punya peminatnya.
Rumah dengan model Joglo ala Jawa memiliki sebuah keistimewaan yang unik yang merupakan ciri khas desain rumah traditional-traditional lain yang juga di punyai rumah traditional daerah lain di Indonesia. Seperti rumah traditional ala Sumatera, rumah traditional ala Bali dan rumah traditional model Madura.
Beberapa Keistimewaan Rumah Joglo Jawa:
1.      Material kayu jati yang di gunakan kualitas nomor satu
Keistimewaan bangunan Jawa untuk rumah joglo yaitu material yang digunakan adalah material kelas satu. Kayu jati yang di gunakan biasanya menggunakan kayu jati yang sudah tua dan betul-betul tua. Dengan material kayu jati yang super ini secara tidak langsung memberikan aura kokoh dan kuat di dalam sebuah bangunan.
Selain menggunakan material kayu jati yang kelas wahid, material-material lain yang di gunakan juga berkualitas sangat bagus.
2.      Mempunyai soko guru (4 tiang penyagga utama) sebagai penyangga utama rumah
Desain khas yang di miliki rumah joglo jawa adalah mempunyai tiang soko guru yang terdiri dari 4 tiang di tengah-tengah bangunan sebagi penyangga utama sebuah bangunan model joglo simple kata bangunan jawa memiliki 4 pilar utama.
Kata soko guru juga dipercaya memiliki sebuah filosofi kehidupan, kata soko guru ini pernah di aplikasikan zaman orde baru sebuah filosofi pentingnya sebuah koperasi. Koperasi di propagandakan sebagai soko guru perekonomian Indonesia. Soko guru merupakan penyangga utama sebuah bangunan, begitupun koperasi juga soko guru ekonomi Indonesia.
Keistimewaan bangunan jawa joglo dengan soko guru merupakan sebuah desain yang betul-betul matang diperhitungkan. Mana buktinya? Buktinya dengan soko guru bangunan-bangunan di jawa diperhitungakan kuat untuk menahan daerah yang rawan dengan gempa. Banyak bangunan kuno desain khas joglo yang masih bertahan kokoh, walaupun sudah berkali-kali terjadi bencana di Indonesia khususnya di tanah jawa. Untuk mempersempit ilustrasi ini, sebagi contoh bangunan-bangunan dengan desain joglo di wilayah kasultanan Jogjakarta dan kasulatanan Solo, tidak sedikit  bangunan kuno ala Jawa yang masih berdiri kokoh walaupun sudah melewati berbagai bencana gempa di jawa.

3.      Memiliki atap model semi-semi piramid
Ciri khas lain yang dimilki bangunan jawa joglo adalah desainatapnya yang khas yaitu memiliki atap model semi-semi piramid. Atap model piramid ini bukan berarti lancip seratus persen ala piramid di mesir. Namun rumah khas joglo jawa ini mempunyai desain atapnya memiliki kemiringan agak ekstrim.
Keistimewaan atap model ini adalah cepatnya untuk mengalirkan aliran hujan, sehingga atap akan cenderung cepat kering jika terjadi hujan. Ciri khas atap bangunan ini tidak dimiliki oleh atap-atap di dunia manapun. Atap ini khas milik bangunan jawa joglo.
4.      Sebelum membangun memiliki hitungan-hitungan dimensi lain
Bangunan model jawa ini jika Anda percaya soal-soal klenik memang biasanya menggunakan perhitungan-perhitungan tertentu ala orang jawa.
Namun hari ini perhitungan-perhitungan tersebut tidak semua orang Jawa tahu. Mereka dalam membangun rumah ada hitungan tanggal tertentu yang tidak boleh di langgar.Terkesan agak berbau-bau klenik memang, namun kondisi seperti itulah yang ada zaman tempo dulu ketika orang Jawa di dalam membangun rumah.
Dalam masyarakat Jawa biasanya di sebut dengan ilmu kejawen. Dinamakan kejawen, karena itu ciri khas ilmu-ilmu yang di miliki orang Jawa.Namun jauh dari semua itu, sebenarnya desain dan material bangunan yang di gunakan semuanya menggunakan kelas wahid, sehingga mau-tidak mau menjadikan eksotiknya sebuah bangunan joglo jawa ini.
Desain rumah joglo memiliki keistimewaan-keistimewaan lain yang mungkin belum terungkap dalam tulisan ini, namun yang jelas model bangunan ini kaya akan filosofi dan pelajaran kehidupan. Bukan melulu sebuah bangunan rumah yang hanya untuk melindungi penghuninya dari sengatan panas matahari dan melindungi dari hujan, tapi sebuah rumah yang di bangun dengan hitungan-hitungan tertentu namun penuh dengan misteri.[8]







BAB IV
PENUTUPAN
A.    Kesimpulan
Arsitektur Islam adalah Ilmu dan seni merancang bangunan, struktur lain yang fungsional, dan dirancang berdasarkan kaidah estetika Islam. Asal mula pertumbuhan arsitektur islam terjadi pada masa Nabi Muhammad SAW dan Khulafa’urasyidin. Dan dalam sejarah peradaban Islam masjid dianggap sebagai cikal bakal arsitektur dalam Islam.
Pola interelasi arsitektur Islam dan Jawa menghadirkan simbol-simbol dalam bingkai budaya dan konsep Jawa,yang salah satunya terlihat dalam bangunan Masjid, Tata letak kota, dan Model rumah di Jawa.
B.     Penutupan

Demikian makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Islam dan Kebudayaan Jawa. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini,maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan guna memperbaiki makalah ini dan makalah-makalah kami selanjutnya. Dan semoga apa yang telah kita diskusikan dapat menambah rasa syukur serta menambah iman kita kepada Allah SWT.








DAFTAR PUSTAKA

Azra, Azymardi, dkk,Ensiklopedi Islam,Ichtiar baru, Jakarta, 1997
Bakir Zein,Abdul,masid-masjid bersejarah di Indonesia,Gema Insani Press, Jakarta, 1999
 Rochym Abdul, Sejarah Arsitektur Islam, Angkasa, Bandung, 1983


[1] Drs. Rochym Abdul, Sejarah Arsitektur Islam, Angkasa, Bandung, 1983, hlm. 26

[2] Azymardi Azra,dkk,EnsiklopediIslam,Jakarta: Ichtiar baru,1997,hal. 166.
[3] Abdul Bakir Zein,masid-masjid bersejarah di Indonesia,(Jakarta: Gema Insani Press, 1999) hlm.210-213
[4] Ibid .hlm. 224
[5] Mancapat merupakan tembang tradisional di tanah jawa , tetapi ditemukan juga tembang sejenis macapat dengan nama yang lain di daerah Bali, Sunda, Madura, menurut beberapa sumber sejarah macapat baru ada setelah Majapahit dan Walisanga mulai berkuasa di tanah jawa.
[6]http://www.academia.edu/5761867/SEJARAH_ARSITEKTUR_ISLAM_DI_JAWA_MAKALAH_BAHASA_INDONESIA , tgl 1 mei 2014, 10.20

Tidak ada komentar:

Posting Komentar