PEMILU
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah : Pengantar Ilmu Politik
Dosen
Pengampu : Sahidin

Oleh:
Sofiani
Novi Nuryanti (132211078)
FAKULTAS SYARI`AH
INSTITUT AGAMA ISLAM
(IAIN) WALISONGO
SEMARANG
2014
I.
PENDAHULUAN
1. Latar
belakang
Dikebanyakan negara demokrasi, pemilihan umum dianggap
lambang sekaligus tolak ukur dari demokrasi itu, dan dihargai sebagai jembatan
terhadap kedaulatan rakyat dan kekuasaan Negara. Hasil pemilihan umum yang
diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan
kebebasan berserikat, dianggap mencerminkan dengan agak akurat partisipasi
serta aspirasi masyarakat.[1]
Untuk mengetahui lebih luas tentang pemilihan umum berikut penulis akan
memaparkannya.
2. Rumusan
masalah
a. Apa
pengertian pemilhan umum ?
b. Apa
Fungsi dan Tujuan pemilihan umum?
c. Apa
saja jenis-jenis sistem pemilihan umum?
d. Bagaimana
sistem pemilihan umum di Indonesia ?
3. Tujuan
a. Mengetahui
pengertian pemilihan umum
b. Mengetahui
fungsi dan tujuan pemilihan umum
c. Mengetahui
macam-macam sistem pemilihan umum
d. Mengetahui
sistem pemilihan umum yang ada di Indonesia
II.
PEMBAHASAN
1. Pengertian
pemilu
Dalam pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945
dinyatakan dengan tegas bahwa “kedaulatan ada ditangan rakyat dan dilaksanakan
menurut Undang-Undang Dasar”. Kedaulatan ada ditangan rakyat artinya rakyat
pada dasarnya memiliki kekuasaan dalam kehidupan bernegara. Tetapi karena
rakyat merupakan entitas yang sangat kompleks maka tentu saja kedaulatan
tersebut tidak secara langsung dilaksanakan sendiri oleh rakyat, kedaulatan
dilakukan melalui sistem perwakilan yang akan dipilih oleh rakyat.[2]
Dalam kedaulatan rakyat dengan sistem perwakilan
atau demokrasi biasa juga disebut sistem demokrasi perwakilan (representative
democracy) atau demokrasi tidak langsung (indirect democracy).
Didalam praktek yang menjalankan kedaulatan rakyat itu adalah wakil-wakil
rakyat yang duduk dilembaga perwakilan rakyat yang disebut parlemen. Para wakil
rakyat itu bertindak atas nama rakyat, dan wakil-wakil rakyat itulah yang
menentukan corak dan cara bekerjanya pemerintahan, serta tujuan apa yang hendak
dicapai baik jangka panjang maupun dalam jangka waktu yang relative pendek.
Agar wakil rakyat benar-benar dapat bertindak atas nama rakyat, maka
wakil-wakil rakyat itu harus ditentukan sendiri oleh rakyat yaitu melalui
pemilihan umum (general election).[3]
Di Indonesia, Pemilihan umum adalah sarana
pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sesuai dengan tuntutan dan
perkembangan dinamika masyarakat sebagaimana diamanatkan dalam perubahan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. pemilihan umum
diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta memilih presiden dan wakil
presiden. Pemilihan umum diselenggarakan dengan partisipasi masyarakat
seluas-luasnya dan dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia
jujur dan adil.[4]
Sebagaimana dalam Pasal 22 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi:
1.) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
2.) Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan wakil presiden
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
3.) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan
Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai
politik.
4.) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan
Perwakilan Daerah adalah perseorangan.
5.) Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi
pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.[5]
Pentingnya pemiliahan umum dilakukan secara berkala,
dikarenakan oleh beberapa sebab. Pertama, pendapat atau aspirasi rakyat
mengenai berbagai aspek kehidupan bersama dalam masyarakat bersifat dinamis,
dan berkembang dari waktu kewaktu. Dalam jangka waktu tertentu, dapat saja
terjadi bahwa sebagian besar rakyat berubah pendapatnya mengenai sesuatu
kebijakan negara. Kedua, disamping pendapat rakyat dapat berubah dari
waktu ke waktu, kondisi kehidupan bersama dalam masyarakat dapat pula berubah,
baik karena dinamika dunia internasional ataupun karena factor dalam negri
sendiri, baik karena factor internal manusia maupun karena factor eksternal
manusia. Ketiga, perubahan-perubahan aspirasi dan pendapat rakyat juga
dapat dimungkinkan terjadi karena pertambahan jumlah penduduk dan rakyat
dewasa, belum tentu mempunyai sikap yang sama dengan orang tua mereka sendiri.
lagi pula, keempat, pemilihan umum perlu diadakan secara teratur untuk
menjamin terjadinya pergantian kepemimpinan negara, baik dicabang kekuasaan
eksekutif maupun legislative.[6]
2. Tujuan
dan fungsi pemilihan umum
Tujuan
penyelenggaraan pemilihan umum ada empat yaitu :
a. Untuk
memungkinkan terjadinya peralihan kepemimpinan pemerintahan secara tertib dan
damai;
b. Untuk
memungkinkan terjadinya pergantian pejabat yang akan mewakili kepentingan
rakyat dilembaga perwakilan;
c. Untuk
melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat; dan
d. Untuk
melaksanakan prinsip hak-hakasasi warga negara.[7]
Fungsi pemilihan umum :
a. untuk
menciptakan pemerintahan yang representative (representative government) melalui
proses yang jujur dan bersih.[8]
b. Mewujudkan
kedaulatan rakyat melalui pemerintahan perwakilan.[9]
3. Sistem
pemilihan umum
Kamus
Besar Bahas Indonesia mengartikan sistem sebagai perangkat unsur yang secara
teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas. Sedangkan pemilihan umum diartikan sebagai
proses, cara perbuatan memilih yang dilakukan serentak oleh seluruh rakyat
suatu Negara. Berdasarkan gabungan dari kata “sistem” dan “pemilihan umum”
secara bahasa merupakan perangkat beberapa unsur yang saling berkaitan satu
sama lain yang terdapat dalam proses pemilihan yang dilakukan oleh rakyat suatu
Negara. Sigit Pamungkas mendefinisikan sistem pemilu sebagai seperangkat metode
atau aturan untuk mentransfer suara pemilih kedalam suatu lembaga perwakilan.[10]
Dalam
ilmu politik sistem pemilihan umum diartikan sebagai satu kumpulan metode atau
cara warga masyarakat memilih para wakil mereka. Manakala sebuah lembaga
perwakilan rakyat dipilih, maka sistem pemilihan mentransfer jumlah suara
kedalam jumlah kursi. Sementara itu pemilihan Presiden, Gubernur dan Bupati
yang merupakan representasi tinggal dalam sistem pemilihan, dasar jumlah suara
yang diperoleh menetukan siapa yang menang dan siapa yang kalah. Dengan melihat
kenyataan seperti itu, maka betapa pentingnya sistem pemilihan dalam sebuah
demokrasi.[11]
Berikut ragam sistem pemilihan umum :
(1) Sistem
pemilu mekanis dan organis
a. Sistem
pemilu mekanis
Sistem
pemilihan mekanis mencerminkan pandangan yang bersifat mekanis yang melihat
rakyat sebagai masa individu-individu yang sama. baik aliran liberalisme,
sosialisme dan komunisme semuanya sama-sama mendasarkan diri pada pandangan
mekanis. Liberalisme lebih mengutamakan individu sebagai kesatuan otonom dan
memandang masyarakat sebagai suatu kompleks hubungan-hubungan individu yang
bersifat kontraktual, sedangkan pandangan sosialisme dan khususnya komunisme
lebih mengutamakan totalitas kolektif masyarakat dengan mengecilkan paeranan
individu. Namun, individu tetap dilihat sebagai penyandang hak pilih yang
bersifat aktif dan memandang korps pemilih sebagai masa individu-individu, yang
masing-masing memiliki satu suara dalam setiap pemilihan, yaitu suaranya masing-masing
secara sendiri-sendiri.
Dalam
sistem pemilihan mekanis, partai-partai politiklah yang mengorganisasikan
pemilih-pemilih dan memimpin pemilih berdasarkan sistem dua partai ataupun
multi-partai menurut paham liberalisme dan sosialisme, ataupun berdasarkan
sistem satu partai menurut paham komunisme. Dalam sistem ini lembaga perwakilan
rakyat merupakan lembaga perwakilan kepentingan umum rakyat seluruhnya. Sistem
mekanis menghasilkan parlemen.
b. Sistem
pemilu organis
Pandangan
organis menempatkan rakyat sebagai jumlah individu-individu yang hidup bersama
dalam berbagai macam persekutuan hidup berdasarkan genealogis (rumah tangga,
keluarga), fungsi tertentu (ekonomi, industry), lapisan-lapisan sosial (buruh,
tani, cendekiawan), dan lembaga-lembaga sosial (universitas). Kelompok-kelompok
dalam masyarakat dilihat sebagai suatu organisme yang terdiri atas organ-organ
yang mempunyai kedudukan dan fungsi tertentu dalam totalitas organisme, seperti
komunitas atau persekutuan-persekutuan hidup. Dengan pandangan demikian,
persekutuan-persekutuan hidup itulah yang diutamakan sebagai penyandang dan pengendali
hak pilih. Dengan perkataan lain persekutuan-persekutuan itulah yang mempunyai
hak pilih untuk mengutus wakil-wakilnya kepada badan-badan perwakilan
masyarakat. Apabila dikaitkan dengan sistem perwakilan seperti yang sudah
diuraikan diatas, pemilihan organis ini dapat dihubungkan dengan sistem perwakilan
fungsional (function represenbtation) yang biasa dikenal dalam sistem
parlemen dua kamar, seperti di Inggris dan Irlandia.
Dalam
sistem pemilihan organis partai-partai politik tidak perlu dikembangkan, karena
setiap pemilihan diselenggarakan dan dipimpin oleh tiap-tiap persekutuan hidup
itu sendiri, yaitu melalui mekanisme yang berlaku dalam lingkungannya sendiri.
lembaga perwakilan rakyat mencerminkan perwakilan kepentingan–kepentingan
khusus persekutuan-persekutuan hidup itu masing-masing. Sistem organis
menghasilkan dewan korporsi (korporatif).[12]
(2) Sistem
distrik dan proporsional
Dalam
ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum dengan berbagai macam
variasinya. Akan tetapi umumnya berkisar pada dua prinsip pokok (merupakan
sistem yang bersifat mekanis yang dilaksanakan dengan dua cara), yaitu:[13]
a. single-member constituency
(satu daerah pemilihan memilih satu wakil biasanya disebut sistem distrik)
Sistem
distrik merupakan sistem dimana satu wilayah kecil (yaitu distrik pemilihan)
memilih satu wakil tunggal (single-member constituency) atas dasar
pulralitas (suara terbanyak). sistem distrik merupakan sistem pemilihan yang
paling tua dan didasarkan atas kesatuan geografis. Setiap kesatuan geografis
(yang biasanya disebut ditrik karena kecilnya daerah yang tercakup) memperoleh
satu kursi dalam parlemen. Untuk keperluan itu negara dibagi dalam sejumlah
besar ditrik pemilihan kecil yang kira-kira sama jumlah penduduknya.[14]
Dalam
sistem distrik, satu distrik menjadi bagian dari suatu wilayah, satu distrik
hanya berhak atas satu kursi, dan kontestan yang memperoleh suara terbanyak menjadi
Pemenang tunggal meraih satu kursi itu, hal ini sekalipun terjadi selisih suara
dengan partai lain kecil. Suara yang tadinya mendukung partai lain dianggap
hilang (wasted) dan tidak dapat membantu partainya untuk menambah jumlah
suara partainya diditrik lain.[15]
Sistem distrik memiliki lima varian yaitu :
(1) first Past The Post (FPTP)
Dimana satu distrik
menjadi bagian dari suatu daerah pemilihan, satu distrik hanya berhak atas satu
kursi, dan kontestan yang memperoleh suara terbanyak menjadi pemenang tunggal.
(2) Block Vote (BV)
Terdapat tiga ciri dari
sistem ini yaitu (a) berwakil majemuk, dimana satu distrik memiliki beberapa
anggota perwakilan (b) pemilihan akan memberikan pilihan sebanyak jumlah kursi
yang diberikan (c) kandidat yang memperoleh suara terbanyak menjadi pemenang.
(3) Party Block Vote (PBV)
Sistem ini hamper sama
dan merupakan varian dari sistem BV, yang mebedakannya adalah pemilih memilih
partai bukan kandidat.
(4) Alternative Vote (AV)
Sigit Pmungkas
menjelaskan bahwa sistem ini mempunyai ciri umum dimana pemilih memiliki
preferensi untuk merangking sejumlah kandidat yang mereka sukai.
(5) Two Round System (TRS)
Sistem inin membuka peluang untuk
melaksanakan pemilihan umum putaran kedua.[16]
Keuntungan
dari sistem distrik adalah :
a.) partai-partai
terdorong untuk terintegrasi dan bekerjasama.
b.) Fragmentasi
dan kecenderungan mendirikan partai baru dapat dibendung, sistem ini mendukung
penyederhanaan partai tanpa paksaan
c.) Oleh
karena dalam suatu daerah pemilihan kecil (distrik) hanya ada satu pemenang,
wakil yang terpilih erat dengan konstituennya dan merasa accountable kepada
konstituen. Lagipula kedudukanya terhadap partai lebih bebas karena factor
kepribadian seseorang berperan besar dalam kemenanganya.
d.) Lebih
mudah bagi suatu partai untuk mencapai kedudukan mayoritas di perlemen.
Sekalipun demikian harus dijaga agar tidak terjadi elective dictatorship.
e.) Terbatasnya
jumlah partai dan meningkatnya kerjasama mempermudah tercapainya stabilitas
politik.[17]
Kelemahan
dari sistem distrik adalah :
a.) Terjadi
kesenjangan antara presentase suara yang diperoleh dengan jumlah kursi yang
diparlemen. Kesenjangan ini disebabkan oleh distorsi (distortion effect) partai
besar memperoleh keuntungan dari distorsi dan seolah-olah mendapat bonus. Hal
ini menyebabkan over-representation dari partai besar dalam parlemen.
b.) Distorsi
merugikan partai kecil dan golongan minoritas, apalagi jika terpencar
dibeberapa distrik. Presentase kursi lebih kecil dari presentase suara sehingga
terjadi under-representation dari partai kecil. Sistem ini kurang representative
karena banyak suara yang hilang (wasted).
c.) Sistem
ini kurang mengakomodasikan kepentingan berbagai kelompok dalam masyarakat yang
heterogen dan pluralis sifatnya.
d.) Wakil
rakyat yang dipilih cenderunglebih memperhatikan kepentingan daerah pemilihannya
dari pada kepentingan nasional.[18]
b. multi-member
constituency (satu daerah pemilihan memilih beberapa
wakil, biasanya dinamakan sistem perwakilan berimbang atau sistem proporsional)
Sistem
proporsional merupakan sistem dimana suatu wilayah besar (yaitu daerah
pemilihan) memilih beberapa wakil, dan suatu wilayah dianggap sebagai suatu
satu kesatuan, dan dalam wilayah itu jumlah kursi dibagi sesuai jumlah suara
yang diperoleh oleh para kontestan, secara nasional tanpa menghiraukan
distribusi suara itu.[19]
Sistem proporsional memiliki dua variasi yaitu :
(1) proporsional representation
sistem ini memliki
beberapa ciri yaitu setiap distrik berwakil majemuk, setiap partai menyajikan
daftar kandidat dengan jumlah yang lebih banyak disbanding jumlah kursi yang
dialokasikan untuk satu daerah pemilihan, pemilih memilih satu kandidat, partai
memperoleh kursi sebanding dengan suara yang diperoleh, kandidat yang dapat
mewakili adalah yang berhasil melampauia ambang batas suara. Sistem ini
memiliki beberapa varian yaitu (a) daftar tertutup (b) daftar terbuka (c)
daftar bebas.
(2) single transverable vote
sistem ini mempunyai ciri:
menggunakan distrik-distrik bersuara banyak, pemilih melakukan ranking kandidat
secara preferensial, kandidat yang perolehan suaranya melebihi kuota suara
dinyatakan sebagai wakil terpilih, jika ada yang melebihi kuota kandidat yang
preferensinya paling sedikit disingkirkakan.[20]
Keuntungan
sistem proporsional :
a.) Dianggap
lebih representative karena presentase perolehan suara setiap partai sesuai
dengan presentase perolehan kursinya diparlemen. Tidak ada distorsi antara
perolehan suara dan perolehan kursi.
b.) Setiap
suara dihitung dan tidak ada yang hilang. Partai kecil dan golongan minoritas
diberi kesempatan untuk menempatkan wakilnya diparlemen. Karena itu masyarakat
yang heterogen dan pluralis lebih tertarik pada sistem ini.[21]
Kelemahan
sistem proporsional :
a.) Kurang
mendorong partai-partai untuk berintegrasi satu sama lain, malah sebaliknya
cenderung mempertajam perbedaan-perbedaan diantara mereka. Bertambahnya jumlah
partai dapat menghambat proses integrasi diantara berbagai golongan
dimasyarakat yang sifatnya pluralis. Hal ini mempermudah fragmentasi dan
berdirinya partai baru yang pluralis.
b.) Wakil
rakyat kurang erat hubunganya dengan konstituenya, tetapi lebih erat dengan
partainya (termasuk dalam hal akuntabilitas). Peranan partai lebih menonjol
dari pada kepribadian seorang wakil rakyat. Akibatnya sistem ini memberi
kedudukan kuat kepada pimpinan partai untuk menentukan wakilnya diparlemen
melalui stelsel daftar (list system).
c.) Banyaknya
partai yang bersaing mempersukar satu partai untuk mencapai mayoritas
diparlemen. Dalam sistem pemerintahan parlementer, hal ini mempersulit
terbentuknya pemerintahan yang stabil karena hrus mendasarkan pada koalisi.[22]
(3) Sistem
campuran
Sistem
campuran ini disebut juga dengan sistem pmilihan semi proporsional. Dalam
sistem ini suara dikonvensi menjadi kursi dengan hasil yang berada diantara
sistem pemilihan proporsional dan sistem pluralitas mayoritas. Tujuan dari sistem
campuran ini adalah untuk memadukan ciri-ciri positif dari sitem
mayoritas-pluralis dan sistem proporsional. Dengan demikian, pada sistem ini
akan terdapat dua sistem pemilu yang jalan beriringan meski masing-masing
menggunakan metodenya sendiri-sendiri. sistem ini mmiliki dua varian yaitu
sistem parallel dan sistem mixed member proportional (MMP).[23]
(4) Sistem
lain
Adapun
yang dimaksud dengan sistem lain diluar mainstream sistem pemilu yang
ada adalah sistem yang berkecenderungan menerjemahkan perhitungan suara menjadi
kursi dengan cara yang berkisar pada sistem proporsional dan distrik atau
merupakan campuran antara distrik dan proporsional. Terdapat sejumlah varian
dari sistem ini yaitu non transverable voot (SNTV), limited vote (LV), dan
borda count (BC).[24]
4. Sistem
pemilihan umum di Indonesia
Semua
pemilihan umum tidak diselenggarakan dalam situasi yang vacuum melainkan
berlangsung dalam lingkungan yang turut menentukan hasil pemilihan umum itu
sendiri. dari pemilihan umum-pemilihan umum tersebut juga dapat diketahui upaya
untuk mencari sistem pemilihan umum yang cocok untuk Indonesia.[25]
Di
tahun 1955, Indonesia menggunakan sistem proporsional. Jumlah anggota DPR
ditetapkan berdasarkan imbangan jumlah penduduk. Tiap 300.000 penduduk diwakili
oleh 1 anggota DPR. Menggunakan stelsel daftar mengikat dan stelsel daftar
bebas. Pemilih dapat memberikan suaranya kepada calon yang ada di dalam daftar
(ini merupakan ciri dari sistem distrik) dan bisa juga diberikan kepada partai.
Suara yang diberikan calon akan diperhitungkan sebagai perolehan suara calon
yang bersangkutan, sedangkan yang diberikan kepada partai, oleh partai akan
diberikan kepada calon sesuai nomor urut. Seseorang secara perorangan, tanpa
melalui partai juga dapat menjadi pesrta pemilihan umum.Calon yang terpilih adalah
yang memperoleh suara sesuai BPPD (Bilangan Pembagi Pemilih Daftar). Apabila
tidak ada calon yang memperoleh suara sesuai BPPD, suara yang diberikan kepada
partai akan menentukan. Calon dengan nomor urut teratas akan diberi oleh suara
partai, namun prioritas akan diberkan kepada calon yang memperoleh suara
melampaui setengah BPPD.Kursi yang tidak habis dalam pembagian di daerah
pemilihan akan dibagi di tingkat pusat dengan menjumlahkan sisa-sisa suara dari
daerah-daerah pemilihan yang tidak terkonversi menjadi kursi.[26]
Di
tahun pemilihan umum 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999 Indonesia
menggunakan sistem proporsional dengan stelsel daftar tertutup. Pemilih
memberikan suara hanya kepada partai , dan partai akan memberikan suaranya
kepada calon dengan nomor urut teratas. Suara akan diberikan kepada urutan
berikutnya bila calon dengan nomor urut teratas sudah kebagian suara cukup
untuk kuota 1 kursi. Untuk pemilihan umum anggota DPR Daerah, pemilihannya
adalah untuk wilayah Provinsi; sedangkan untuk DPRD 1 daerah pemilihannya
adalah satu provinsi yang bersangkutan; dan untuk DPRD II daerah pemilihannya
wilayah Dati II yang bersangkutan. Namun ada sedikit warna sistem Distrik
didalamnya, karena setiap kabupaten diberi satu kursi anggota DPR untuk mewakili
daeraah tersebut. Pada prmilihan tahun-tahun ini setiap anggota DPR mewakili
400.000 penduduk.[27]
Di
tahun 2004 ada satu lembaga baru didalam lembaga lagislatif yaitu DPD (Dewan
Perwakilan Daerah). Untuk pemilihan umum anggota DPD dugunakan sistem Distrik
tetapi dengan wakil banyak (4 kursi untuk setiap provinsi). Daerah pemilihannya
adalah wilayah provinsi pesertanya adalah individu. Karena setiap provinsi atau
daerah pemilihan mempunyai 4 jatah kursi, dan suara dari kontestan yang kalah
tidak bisa dipindahkan atau dialihkan (non transverable vote) maka
sistem yang digunakan disini dapat disebut sistem Distrik dengan wakil banyak (block
vote). Untuk pemilihan anggota DPR dan DPRD digunakan sistem proporsional
dengan stelsel daftar terbuka sehingga pemilih dapat memberikan suaranya secara
langsung kepada calon yang dipilih dalam hal ini pemilih memberikan suaranya
kepada partai , calon yang berada pada urutan teratas mempunyai peluang besar
untuk terpilih Karenna suara pemilih yang diberikan kepada partai menjadi hak
calon yang berada di urutan teratas. Jadi ada kemiripan sistem yang digunakan
pada pemilihan umum 2004 dengan pemilihan umum 1995. Bedanya, pada pemilihan
umum 1995 ada prioritas untuk memberikan suara partai kepada calon yang
memperoleh suara lebih dari setengah BPPD.[28]
Ada
warna sistem distrik dalam penghitungan perolehan kursi DPR dan DPRD pada
pemilihan umum 2004, yaitu perolehan suatu partai disebuah daerah pemilihan
yang tidak cukup untuk satu BPP (Bilangan Pembagi Pemilih) tidak bisa ditambahkan
keperolehan partai di daerah pemilihan lain misalnya untuk ditambahkan agar
cukup untuk satu kursi, ini adalah ciri sistem distrik. Dari sudut pandang
gender, pemilihan umum 2004 secara tegas memberi peluang lebih besar secara
afirmatif bagi peran perempuan. Pasal 65 UU No 12/2003 menyatakan bahwa setiap
partai politik dapat mengajukan calon anggota DPR dan DPRD dengan memperhatikan
keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30 % untuk setiap daerah pemilihan.
Ini adalah kemajuan yang lain lagi yang ada pada pemilihn umum 2004.[29]
Juga
ada upaya untuk kembali menyederhanakan atau mengurangi jumlah partai melalui
cara yang bukan paksaan. Hal ini tampak pada prosedur seleksi parta-partai yang
akan menjadi peserta pemilihan umum. Ada sejumlah syarat baik administrative
maupun subtansial yang harus dipenuhi oleh setiap partai untuk bisa menjadi
peserta pemilihan umum, antara lain ditentukannya electoral threshold dengan
memperoleh sekurang-kurangnya 3% jumlah kursi anggota legislative pusat,
memperoleh sekurang-kurangnya 4% jumlah kursi di DPRD kabupaten / kota yang
tersebar disetenag jumlah kabupaten / kota Indonesia. Untuk pemilihan presiden
dan wakil presiden, memperoleh sekurang-kurangnya 3% jumlah kursi dalam badan
yang bersangkutan atau 5% dari perolehan suara sah secara nasional.[30]
III.
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dalam
pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan dengan tegas bahwa Kedaulatan
ada ditangan rakyat. Tetapi karena rakyat merupakan entitas yang sangat
kompleks, kedaulatan dilakukan melalui sistem perwakilan yang akan dipilih oleh
rakyat melalui pemilihan umum. Tujuan penyelenggaraan pemilihan umum: untuk
memungkinkan terjadinya peralihan kepemimpinan pemerintahan secara tertib dan
damai; Untuk memungkinkan terjadinya pergantian pejabat yang akan mewakili
kepentingan rakyat dilembaga perwakilan; Untuk melaksanakan prinsip kedaulatan
rakyat; dan Untuk melaksanakan prinsip hak-hakasasi warga negara. Fungsi
pemilihan umum: untuk menciptakan pemerintahan yang representative (representative
government) melalui proses yang jujur dan bersih, Mewujudkan kedaulatan
rakyat melalui pemerintahan perwakilan.
Sistem
pemilihan umum ada dua macam yaitu sistem pemilihan mekanis dan sistem
pemilihan organic. Sistem pemilihan mekanis dilaksanakan dengan dua cara yaitu
dengan sistem distrik dan dengan sistim proporsional. Dan selama ini Indonesia
menggunakan sistem proporsional dipadukan dengan warna sistem distrik.
2.
Penutup
Demikianlah makalah tentang Rukun dan Syarat sah
pernikahan yang telah kami paparkan. Kami menyadari makalah jauh dari sempurna
maka dari itu kritik yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan untuk
perbaikan makalah ini. Harapan pemakalah, semoga makalah ini dapat memberi
pengetahuan baru dan bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Budiarjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar
Ilmu Politik. Jakarta: Ikrar Mandiriabadi.
Ghaffar,
Affan .1999. Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
asshiddiqie,
Jimly. 2006. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: Konstitusi Press.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Pemilu 2014 . Bandung: Citra
Umbara.
Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Laboratorium
Ilmu Politik. 1997. Evaluasi Pemilu Orde Baru. Bandung : Mizan Pustaka.
Sanit,
Arbi. 1997. Partai, pemili, dan Demokrasi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Fahmi, Khairul. 2012. Pemilihan Umum
dan Kedaulatan Rakyat. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2012
[1] Miriam Budiarjo. Dasar-Dasar
Ilmu Politik. (Jakarta : Ikrar Mandiriabadi, 2008 ) Hal. 461
[2] Affan Ghaffar. Politik
Indonesia Transisi Menuju Demokrasi. (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1999)
Hal. 281
[3] Jimly asshiddiqie. Pengantar
Ilmu Hukum Tata Negara. (Jakarta : Konstitusi Press, 2006) Hal. 169
[4] Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Pemilu 2014 . ( Bandung : Citra Umbara) Hal.3
[5] Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945
[6] Jimly asshiddiqie. Op.Cit. Hal.
170-171
[7] Jimly asshiddiqie. Op.Cit. Hal.
174-178
[8] Laboratorium Ilmu Politik. Evaluasi
Pemilu Orde Baru. (Bandung : Mizan Pustaka, 1997) Hal. 13-14
[9] Arbi Sanit. Partai, pemili,
dan Demokrasi. (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1997) Hal. 85
[10] Khairul Fahmi. Pemilihan Umum
dan Kedaulatan Rakyat. (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2012) Hal. 51
[11] Affan Ghaffar. Op.Cit. Hal, 255
[12] Jimly asshiddiqie. Op.Cit. Hal.
178-181
[13] Miriam Budiarjo. Dasar-Dasar
Ilmu Politik. (Jakarta : Ikrar Mandiriabadi, 2008 ) Hal. 461
[14] Miriam Budiarjo.Op.Cit. Hal. 461
[15] Miriam Budiarjo.Op.Cit. Hal. 462
[17] Miriam Budiarjo.Op.Cit. Hal. 466-467
[18] Miriam Budiarjo.Op.Cit. Hal. 467
[19] Miriam Budiarjo.Op.Cit. Hal 462-463
[20] Khairul Fahmi Op.Cit. Hal. 68-70
[21] Miriam Budiarjo.Op.Cit. Hal.467-468
[22] Miriam Budiarjo.Op.Cit. Hal. 469
[23] Khairul Fahmi Op.Cit. Hal. 76-77
[24]Khairul Fahmi Op.Cit. Hal. 78
[25] Miriam Budiarjo.Op.Cit. Hal.473
[26] Miriam Budiarjo.Op.Cit. Hal. 486
[27] Miriam Budiarjo.Op.Cit. Hal 467
[28] Miriam Budiarjo.Op.Cit. Hal 467
[29]
Ibid. Hal. 488
[30]
Ibid. Hal. 488
Tidak ada komentar:
Posting Komentar