PEMERIKSAAN
PENDAHULUAN DAN PEMERIKSAAN PERSIDNGAN
Dibuat
guna Memenuhi Tugas :
Mata
Kuliah : Hukum Konstitusi dan Acara Konstitusi
Dosen
Pengampu : Muhammad Harun

Disusun
oleh:
Aprilia
Ambarwati (132211075)
Ahmad
Haidar (132211076)
Amin
Mukhlisin (132211077)
Sofiani
Novi Nuryanti (132211078)
FAKULTAS
SYARI`AH
UNIVERSITAS
ISLAM NEGRI WALISONGO
SEMARANG
2015
I.
PENDAHULUAN
a. Latar belakang
Perubahan UUD 1945 melahirkan lembaga baru dibidang
kekuasaan kehakiman yaitu Mahkamah Konstitusi, sebagaimana yang diatur dalam
pasal 24 ayat (2), yang berbunyi “kekuasaan kehakiman dilakukan oleh
mahkamah agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan
peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah mahkamah konstitusi”.[1]
Dan merupakan salah satu lembaga konstitusi yang melakukan kekuasaan kehakiman
yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum keadilan.
hal ini disebutkan dalam pasal 2 UU No.24 tahun 2003.
Wewenang yang dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi
telah ditentukan dalam Pasal 24C UUD 1945 pada ayat (1) dan ayat (2) yang
dirumuskan sebagai wewenang dan kewajiban, wewenang tersebut meliputi: menguji
undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga
negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran
partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Sedangkan kewajiban Mahkamah Konstitusi adalah memberikan putusan atas pendapat
DPR mengenai dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Presiden dan/atau
Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.[2]
Untuk Menyelesaikan perkara-perkara tersebut maka dalam hukum acara Mahkamah
Konstitusi terdapat empat jenis tahapan persidangan suatu perkara yaitu
Pemeriksaan Pendahuluan, Pemeriksaan Persidangan, Rapat Permusyawaratan Hakim
(RPH), dan Pengucapan Putusan, namun dalam perkara- perkara tertentu dapat
terjadi tidak semua jenis persidangan itu dibutuhkan.[3]
Dari penjelasan diatas, makalah ini akan memaparkan
dua tahapan persidangan perkara Mahkamah Konstitusi (yang selanjutnya disebut
MK) yaitu pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan persidangan.
b. Rumusan masalah
a.) Bagaimana
tahap pemeriksaan pendahuluan dalam beracara di MK?
b.) Bagaimana
tahap pemeriksaan persidangan di MK?
c. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan
diatas maka tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk mengetahui tahap
pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan persidangan dalam beracara di MK.
II.
PEMBAHASAN
1.
Pemeriksaan
pendahuluan
Pemeriksaan
pendahuluan merupakan persidangan yang dilakukan untuk memeriksa kelengkapan dan
kejelasan materi permohonan sebelum memasuki pemeriksaan pokok perkara.[4]
dalam UU No. 24 Tahun 2003 tentang MK, pemeriksaan pendahuluan ini diatur
dalam bagian kelima bab V tentang hukum acara. Ketentuan bagian kelima tentang
pemeriksaan pendahuluan ini berisi satu pasal yaitu pasal 39 yang terdiri atas
dua ayat yaitu :
(1) Sebelum mulai memeriksa pokok perkara, mahkamah
konstitusi mengadakan pemeriksaan kelengkapan dan kejelasan materi permohonan.
(2) Dalam pemeriksaan sebgaimana dimaksud pada ayat (1),
mahkamah konstitusi wajib memberi nasehat kepada pemohon untuk melengkapi dan
tau memperbaiki permohonan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas)
hari.[5]
Dalam
hukum acara SKLN, pemeriksaan pendahuluan ini dilakukan dalam sidang terbuka
untuk umum oleh panel hakim yang sekurang-kurangnya terdiri atas 3 (tiga) orang
hakim atau oleh pleno hakim sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang hakim.
Pemeriksaan pendahuluan dihadiri oleh pemohon dan atau kuasanya kecuali dalam
hal adanya permohonan putusan sela, dihadiri oleh pemohon dan atau kuasanya.[6]
Dalam
pemeriksaan pendahuluan majelis hakim memiliki kewajiban untuk :
a. Memeriksa
kelengkapan permohonan;
b. Meminta
penjelasan pemohon tentang materi permohonan yang mencakup kewenangan mahkamah,
kedudukan hukum (legal stranding) pemohon, dan pokok permohonan;
c. Memberi
nasehat kepada pemohon, baik mengenai kelengkapan administrasi, materi
permohonan maupun pelaksanaan tertib persidangan;
d. Mendengar
keterangan pemohon dalam hal adanya permohonan untuk menghentikan sementara
pelaksanaan kewenangan yang dipersengketakan;
e. Memeriksa
kelengkapan alat-alat bukti yang telah dan akan diajukan oleh pemohon.[7]
Hal
itu sangat diperlukan agar pemeriksaan persidangan dapat dilakukan dengan
efektif dan fokus pada persoalan yang dimohonkan. Pemeriksaan pendahuluan
biasanya dilakukan oleh majelis hakim panel. Namun dalam perkara-perkara
tertentu yang dipandang penting dan harus segera diputus, pemeriksaan
pendahuluan dapat juga langsung dilakukan oleh majelis hakim pleno. Apabila
dalam pemeriksaan pendahuluan, permohonan belum lengkap dan atau belum jelas,
majelis hakim memberi kesempatan kepada pemohon untuk melengkapi dan atau dalam
jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari..[8]
Dalam praktiknya, perbaikan tersebut dapat dilakukan kurang dari 14 (empat
belas) hari, bahkan dapat dilakukan sesaat setelah persidangan atau bahkan pada
saat persidangan itu sendiri. Hal ini sesuai dengan prinsip peradilan yang
cepat, apalagi untuk perkara tertentu yang telah ditentukan batas waktunya.
Untuk perkara PHPU Presiden dan Wakil Presiden serta PHPU Pemilukada misalnya,
tidak mungkin diberi batas waktu selama 14 (empat belas) hari karena MK sendiri
ditentukan oleh undang-undang harus memutus paling lama 14 (empat belas) hari
sejak perkara diregistrasi.[9]
Pemeriksaan
pendahuluan dapat dilakukan lebih dari satu kali apabila diperlukan untuk
memperbaiki atau melengkapi dan memperjelas permohonan serta memeriksa
perbaikan permohonan yang telah dilakukan oleh pemohon. Hasil sidang
pemeriksaan pendahuluan akan dilaporkan oleh panel hakim kepada pleno hakim MK,
dalam hal pemeriksaan pendahuluan dilakukan oleh panel hakim. Dalam laporan
tersebut disertai dengan rekomendasi dari panel hakim apakah perkara tersebut
dapat dilanjutkan ke pemeriksaan persidangan karena terpenuhinya syarat legal
standing dan masuk wewenang MK, atau diputus tidak dapat diterima tanpa
memasuki pokok perkara karena tidak terpenuhinya salah satu atau kedua syarat legal
standing dan wewenang MK. Selain kedua alternatif tersebut, dapat pula terjadi
suatu perkara belum dapat ditentukan apakah pemohon memiliki legal standing
atau tidak atau perkara dimaksud menjadi wewenang MK atau tidak sebelum
memasuki pemeriksaan pokok perkara. Oleh karena itu pemeriksaan kedua hal itu
dilakukan bersamaan dan menjadi bagian dari pemeriksaan pokok perkara.[10]
Pleno
hakim dapat memutuskan menerima rekomendasi panel hakim, atau memutuskan lain
berbeda dengan rekomendasi itu. Oleh karena itu, walaupun dalam pemeriksaan
pendahuluan yang mengikuti sidang adalah panel hakim, namun putusan tetap
diambil oleh pleno hakim, yaitu 9 (sembilan) orang hakim konstitusi, atau
setidak-tidaknya 7 (tujuh) hakim konstitusi.[11]
Berdasarkan
apa yang telah diuraikan diatas, pemeriksaan pendahuluan sebernarnya bertujuan
untuk :
a. Memastikan
kelengkapan berkas permohonan perkara pengujian undang-undang yang diajukan
oleh pemohon seuai dengan ketentuan UU dan PMK.
b. Memastikan
kejelasan materi permohonan yang diajukan oleh pemohon, baik posita-nya, amar
yang diminta dan apa saja alat bukti yang sudah dan akan diajukan untuk
mendukung dalil-dalil yang diajukan.
c. Memastikan
bahwa permohonan yang diajukan oleh pemohon memang termasuk kewenangan MK untuk
memeriksa dan mengadilinya, termasuk mengenai kejelasan apakah perkara tersebut
berkenaaan dengan pengujian undang-undang secara materiil atau secara formil.
d. Memastikan
kualitas kedudukan hukum atau legal standing pemohon yang mengajukan permohonan
memang memenuhi syarat menurut ketentuan undang-undang.
e. Memastikan
bahwa permohonan perkara pengujian undang-undang yang diajukan oleh pemohon itu
memang sudah sesuai dengan ketentuan UU No. 24 Tahun 2003.[12]
2.
Pemeriksaan
persidangan
Pemeriksaan
persidangan pada prinsipnya dilakukan oleh pleno hakim konstitusi, kecuali
untuk perkara tertentu berdasarkan keputusan Ketua MK dapat dilakukan oleh
panel hakim. Sidang pemeriksaan persidangan dilakukan secara terbuka, kecuali
ditentukan lain oleh majelis hakim.[13]
Pemeriksaan persidangan
mencakup :
a.
Pemeriksaan
pokok permohonan
b.
Pemeriksaan alat
bukti tertulis
c.
Mendengarkan
keterangn DPR dan atau DPD
d.
Mendengarkan
keterangan saksi
e.
Mendengarkan
keterangan ahli
f.
Mendengarkan
keterangan pihak terkait
g.
Pemeriksaan
ragkaian data, keterangan, perbuatan, keadaan dan atau peristiwa yang
bersesuaian dengan alat-alat bukti lain yang dapat dijadikan petunjuk
h.
Pemeriksaan
alat-alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, atau
diterima secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu.[14]
Tahapan pemeriksaan
persidangan adalah sebagai berikut:
a. Penyampaian
pokok-pokok permohonan secara lisan.
b. Penyampaian
pokok-pokok jawaban termohon atau keterangan pihak-pihak terkait secara lisan.
c. Pemeriksaan
alat bukti dari pemohon maupun dari termohon dan pihak terkait.
d. Penyampaian
dan pemeriksaan keterangan saksi dan/atau ahli yang diajukan pemohon.
e. Penyampaian
dan pemeriksaan keterangan saksi dan/atau ahli yang diajukan oleh termohon atau
pihak terkait.
f. Penyampaian
kesimpulan oleh pemohon.
g. Penyampaian
kesimpulan oleh termohon dan/atau pihak terkait.[15]
Para
pihak, saksi, dan ahli wajib hadir memenuhi panggilan Mahkamah Konstitusi dan
jika saksi tidak hadir tanpa alasan yang sah meskipun sudah dipanggil secara
patut menurut hukum, Mahkamah Konstitusi dapat meminta bantuan kepolisian untuk
menghadirkan saksi secara paksa.[16]
Dalam
hal Mahkamah Konstitusi menentukan perlu mendengar keterangan
Presiden/Pemerintah, DPR, dan DPD, maka keterangan ahli dan/atau saksi didengar
setelah keterangan Presiden/Pemerintah, DPR, dan DPD, kecuali ditentukan lain
demi kelancaran persidangan.[17]
Baik
saksi maupun ahli, dapat diajukan oleh Pemohon, Presiden/Pemerintah, DPR, DPD,
Pihak Terkait atau dipanggil atas perintah Mahkamah Konstitusi. Pemeriksaan
saksi maupun ahli dimulai dengan menanyakan identitas (nama, tempat tanggal
lahir/umur, agama, pekerjaan dan alamat) dan kesediaan diambil sumpah atau janji
sesuai dengan agamanya. Pemeriksaan ahli dalam bidang keahlian yang sama yang
diajukan oleh para pihak dilakukan dalam waktu yang bersamaan.[18]
Atas
permintaan Hakim, keterangan Presiden/Pemerintah, DPR dan/ atau DPD, saksi,
ahli, dan Pihak Terkait, wajib disampaikan yang bentuknya baik berupa
keterangan tertulis, risalah rapat, dan/atau rekaman secara elektronik, dalam
jangka waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya
permintaan dimaksud.[19]
Pemeriksaan
yang dilakukan terhadap pihak terkait, dilakukan dengan mendengar keterangan
yang berkaitan dengan pokok permohonan. Pihak terkait yang mempunyai
kepentingan langsung diberi kesempatan untuk memberikan keterangan (lisan
dan/atau tertulis). mengajukan pertanyaan kepada ahli dan/atau saksi,
mengajukan ahli dan/atau saksi yang belum terwakili dalam persidangan
sebelumnya, dan menyampaikan kesimpulan akhir (secara lisan dan/atau tertulis).[20]
Pemeriksaan
persidangan dapat dilakukan dengan persidangan jarak jauh (teleconference).
Apabila dipandang perlu, pemeriksaan persidangan dapat diikuti dengan
pemeriksaan setempat yang dilakukan oleh Hakim Konstitusi yang ditunjuk dengan
didampingi oleh Panitera dan/atau Panitera Pengganti, serta dapat pula disertai
Pemohon, Presiden/Pemerintah, DPR, DPD, dan Pihak Terkait yang hasilnya disampaikan
dalam persidangan.[21]
Dalam
hal Pemohon mendalilkan adanya dugaan perbuatan pidana dalam pembentukan UU
yang dimohonkan pengujiannya, Mahkamah Konstitusi dapat menghentikan sementara
pemeriksaan permohonan atau menunda putusan. Penghentian proses pemeriksaan
permohonan atau penundaan putusan ditetapkan dengan Ketetapan Mahkamah
Konstitusi yang diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.[22]
Dalam
hal Pemohon mengajukan permohonan penarikan kembali, Rapat Pleno
Permusyawaratan Hakim atau Panel Hakim memberikan rekomendasi kepada Mahkamah
Konstitusi untuk menerbitkan Ketetapan Ketua Mahkamah Konstitusi, yaitu
Ketetapan Penarikan Kembali, yang diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Setelah
pemeriksaan persidangan dinyatakan selesai, para pihak diberi kesempatan
menyampaikan kesimpulan akhir secara lisan dan/atau tertulis selambat-lambatnya
7 (tujuh) hari kerja sejak hari persidangan terakhir, kecuali ditentukan lain
dalam persidangan.[23]
III.
SIMPULAN
Pemeriksaan pendahuluan merupakan persidangan yang
dilakukan untuk memeriksa kelengkapan dan kejelasan materi permohonan sebelum
memasuki pemeriksaan pokok perkara. Pemeriksaan persidangan pada prinsipnya
dilakukan oleh pleno hakim konstitusi, kecuali untuk perkara tertentu
berdasarkan keputusan Ketua MK dapat dilakukan oleh panel hakim. Keduanya
dilakukan secara terbuka, kecuali dalam hal-hal tertentu dalam pemeriksaan
persidangan. Apabila pemeriksaan pendahuluan telah selesai maka tahap selanjutnya
untuk mengajukan permohonan di MK adalah pemeriksaan persidangan.
IV.
PENUTUP
Demikianlah makalah tentang pemeriksaan pendahuluan
dan pemeriksaan persidangan yang telah penulis paparkan. Kami menyadari makalah
ini jauh dari sempurna maka dari itu kritik yang membangun dari pembaca sangat
kami harapkan untuk perbaikan. Harapan pemakalah, semoga makalah ini dapat
memberi pengetahuan baru dan bermanfaat bagi kita semua.
[1] Ni’matul Huda. Hukum Tata
Negara Indonesia. (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2013). Hal. 212
[2] Bagir Manan. Kekuasaan
Kehakiman Indonesia. (Yogyakarta : FH UII Press, 2007). Hal. 49.
Harun
Al Rasin. Naskah UUD 1945 sesudah Tiga Kali dirubah oleh MPR. (Jakarta :
Universitas Indonesia, 2002). Hal.20
[3] Moh. Mahfud MD. Hukum Acara
Mahkamah Konstitusi. (Jakarta :Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan
Mahkamah Konstitusi, 2010). Hal. 44
[4]
Moh. Mahfud MD. Ibid. Hal. 46
[5] Jimly Asshiddiqie. Hukum Acara Pengujian Undang-Undang. (
Jakarta : Konstitusi Press, 2006). Hal. 140-141
Achmad
Fauzan. Hal. 390
[6] Lihat pasal 10 ayat (1), (2),
dan (3) peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 08/PMK/2006
[7] Moh. Mahfud MD. Ibid. Hal. 44
dan 181
[8] Moh. Mahfud MD. Ibid. Hal.
181-182
[9] Moh. Mahfud MD. Ibid. Hal. 47
[10] Moh. Mahfud MD. Ibid. Hal. 48
[11] Moh. Mahfud MD. Ibid. Hal. 48
[12] Jimly Asshiddiqie. Ibid. Hal. 156
[13] Jimly Asshiddiqie. Ibid. Hal. 48-49
[14] Jimly Asshiddiqie. Ibid. Hal. 124-125
[15]Jimly Asshiddiqie. Ibid. Hal. 49
[16] Jimly Asshiddiqie. Ibid. Hal. 126
[17] Jimly Asshiddiqie. Ibid. Hal.126
[18] Jimly Asshiddiqie. Ibid. Hal.
126
[19] Jimly Asshiddiqie. Ibid. Hal.
126
[20] Jimly Asshiddiqie. Ibid. Hal.
126
[21] Jimly Asshiddiqie. Ibid. Hal.
126
[22] Jimly Asshiddiqie. Ibid. Hal.
126
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Rasin,
Harun, 2002, Naskah UUD 1945 sesudah Tiga Kali dirubah oleh MPR,
Jakarta: Universitas Indonesia.
Fauzan,
Achmad, 2005, Perundang-undangan lengkap Tentang Peradilan Umum, Peradilan
Huda,
Ni’matul, 2013, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta : Raja Grafindo
Persada.
Manan,
Bagir, 2007, Kekuasaan Kehakiman Indonesia, Yogyakarta : FH UII Press.
Mahfud
MD, Moh, 2010, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, Jakarta : Sekretariat
Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi.
Peraturan
Mahkamah Konstitusi Nomor 08 Tahun 2006
Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar