HUBUNGAN
ILMU TASAWUF DENGAN ILMU LAINNYA
Dibuat
guna Memenuhi Tugas :
Mata
Kuliah : Ahlak Tasawuf
Dosen
Pengampu : Mahsun

Disusun
oleh:
Sofiani
Novi Nuryanti (132211078)
Nur
Faizah (132211088)
Sulis
Astuti (1322110)
FAKULTAS
SYARI`AH
UNIVERSITAS
ISLAM NEGRI WALISONGO
SEMARANG
2015
I.
PENDAHULUAN
- Latar
belakang
Tasawuf adalah salah satu cabang Ilmu Islam yang
menekankan dimensi atau aspek spiritual dalam Islam. Dalam kaitannya dengan
manusia, tasawuf lebih menekankan aspek rohaninya ketimbang jasmaninya. Dalam
kaitannya dengan kehidupan, ia lebih menekankan kehidupan akhirat ketimbang
kehidupan dunia yang fana.[1]
Ilmu tasawuf merupakan rumusan tentang teoritis
terhadap wahyu-wahyu yang berkenaan dengan hubungan antara tuhan dengan manusia
dan apa yang harus dilakukan oleh manusia agar dapat berhubungan sedekat
mungkin dengan tuhan baik dengan pensucian jiwa dan latihan-latihan spritual.
Sedangkan ilmu kalam merupakan disiplin ilmu keislaman yang banyak
mengedepankan pembicaraan tentang persoalan akidah dan adapun filsafat adalah
rumusan teoritis terhadap wahyu tersebut bagai manusia mengenai keberadaan
(esensi), proses dan sebagainya, Seperti proses penciptaan alam dan manusia.
Sedangkan ilmu jiwa adalah ilmu yang membahas tentang gejala-gejala dan
aktivitas kejiwaan manusia. Maka dalam hal ini ilmu tasawuf
tentunya mempunyai hubungan-hubungan yang terkait dengan ilmu-ilmu keislaman
lainnya, baik dari segi tujuan, konsep dan kontribusi ilmu tasawuf terhadap
ilmu-ilmu tersebut dan begitu sebaliknya bagaimana kontribusi ilmu keislaman
yang lain terhadap ilmu tasawuf.[2]
Maka dalam makalah kami telah membahas hubungan ilmu
tasawuf dengan beberapa ilmu keislaman lainnya, diantaranya: Ilmu kalam, ilmu
filsafat, ilmu jiwa, dan ilmu fikih. Dengan tujuan agar kita lebih mampu
mengkorelasikan ilmu-ilmu tersebut.
- Rumusan
masalah
1. Bagaimana
hubungan Ilmu Tasawuf dengan Ilmu Kalam?
2. Bagaimana
hubungan Ilmu Tasawuf dengan Ilmu Filasafat?
3. Bagaimana
hubungan ilmu Tasawuf dengan Ilmu Fiqih?
4. Bagaimana
hubungan ilmu tasawuf dengan Ilmu Jiwa?
- Tujuan
Mengetahui korelasi antara Ilmu Tasawuf dengan Ilmu
Kalam, Ilmu Filasafat, Ilmu Fiqih, dan
Ilmu Jiwa, serta bisa membandingkannya.
II.
PEMBAHASAN
A. Hubungan
Ilmu Tasawuf dengan Ilmu Kalam
Ilmu kalam merupakan disiplin ilmu ke Islaman yang
banyak mengedepankan pembicaraan tentang persoalan-persoalan kalam Tuhan.
Pembicaraan materi-materi yang tercakup dalam ilmu kalam terkesan tidak
menyentuh dzauq (rasa rohaniah) sebagai contoh ilmu tauhid menerangkan
bahwa Allah bersifat sama’
(mendengar), qudrah (kuasa), hayat (hidup), dan sebagainya.[3]
Pada ilmu kalam ditemukan pembahasan iman dan
definisinya, kekufuran dan manifestasinya, serta kemunafikan dan batasannya.
Sementara pada ilmu tasawuf ditemukan pembahasan jalan atau metode praktis
untuk merasakan keyakinan dan ketentraman, seperti dijelaskan juga tentang
menyelamatkan diri dari kemunafikan sebab terkadang seseorang mengetahui
batasan-batasan kemunafikan, tetapi tetap saja melaksanakannya. Allah SWT
berfirman :
قَالَتِ
الْأَعْرَابُ آمَنَّا ۖ قُلْ لَمْ تُؤْمِنُوا وَلَٰكِنْ قُولُوا أَسْلَمْنَا
وَلَمَّا يَدْخُلِ الْإِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ ۖ وَإِنْ تُطِيعُوا اللَّهَ
وَرَسُولَهُ لَا يَلِتْكُمْ مِنْ أَعْمَالِكُمْ شَيْئًا ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ
رَحِيمٌ
“Orang-orang arab badui berkata, “kami telah
beriman.” Katakanlah,”Kamu belum beriman, tetapi katakanlah,’kami telah
berislam (tunduk).”karena iman itu belum masuk kedalam hatimu”
(Qs Al-Hujurat [49] : 14)[4]
Dalam kaitannya dengan ilmu kalam, ilmu tasawuf
berfungsi sebagai pemberi wawasan spiritual dalam pemahaman kalam. Selain itu,
ilmu tasawuf mempunyai fungsi sebagai pemberi kesadaran rohaniah dalam
perdebatan-perdebatan kalam. Dalam dunia islam ilmu kalam cenderung menjadi
sebuah ilmu yang mengandung muatan rasional, disamping muatan naqliah.
Disinilah ilmu tasawuf berfungsi memberi muatan rohaniah sehingga ilmu kalam
tidak dikesani sebagai dialektika keislaman belaka yang kering dari kesadaran
penghayatan atau sentuhan secara qalbiyah (hati).[5]
Dengan
demikian, Ilmu Tasawuf merupakan penyempurna Ilmu Tauhid jika di lihat dari
sudut pandang bahwa Ilmu Tasawuf merupakan sisi terapan rohaniyah dari Ilmu kalam.
jika timbul suatu aliran yang bertentangan dengan akidah, atau lahir suatu
kepercayaan baru yang bertentangan dengan al-Qur’an dan As-Sunnah, hal itu
merupakan penyimpangan atau penyelewengan. Selain itu, Ilmu Tasawuf juga
berfungsi sebagai pemberi kesadaran rohaniyah dalam perdebatan Kalam. Jika
tidak dimbangi oleh kesadaran rohaniyah, Ilmu Kalam dapat bergerak kearah yang
lebih liberal dan bebas.[6]
Maka
kesimpulannya, bahwa dengan ilmu tasawuflah semua persoalan yang berada dalam
kajian ilmu tauhid terasa lebih bermakna, tidak kaku, tetapi akan lebih dinamis
dan aplikatif. Perbedaan antara Ilmu Tasawuf dengan ilmu kalam lebih terletak
pada masalah penekannanya dari pada isi ajaranya. Selain persoalan
trasnsendentalisme ilmu kalam juga lebih mengutamakan pemahaman masalah-masalah
ketuhanan dalam pendekatan yang rasional dan logis.[7]
B. Hubungan
ilmu tasawuf dengan ilmu fiqih
Fiqih asal kata dari Fiqhi (faham), tegasnya ilmu
cara memahamkan syari’at, hukum, larangan, dan suruhan, wajib dan haram.[8]Biasanya
pembahasan kitab-kitab fiqih selalu dimulai dari taharah (tata cara bersuci),
kemudian persoalan-persoalan fiqih lainya. Namun, pembahasan ilmu fiqih tentang
thaharah atau lainya tidak secara langsung terkait dengan pembicaraan
nilai-nilai rohaniahnya. Padahal, thaharah akan terasa lebih bermakna jika
disertai pemahaman rohaniahnya.[9]
Segala yang tersebut itu adalah mengenai Ilmu Zahir. Maka disamping itu dengan
sendirinya timbulah ilmu bathin. Bukankah segala syari’at itu harus kita
kerjakan dengan hati patuh? Dan siapa tuhan itu? Dan siapa kita? Kita disuruh
mengerjakan yang baik dan dilarang mengerjakan yang jahat! Kita akan diberi
pahala kalau mematuhi perintah dan menghentikan larangan! Tetapi apakah
hubungan kita dengan tuhan itu hanya hubungan seorang majikan yang memberi
gaji? Atau apakah hubungan kita itu lebih tinggi dari itu, yaitu karena cinta![10]
Disinilah pangkal Ilmu Tasawuf, Ilmu tasawuf
berhasil memberikan corak batin terhadap ilmu fiqih, corak batin yang dimaksud
adalah ikhlas dan khusyuk berikut jalannya masing-masing. Bahkan, ilmu ini
mampu menumbuhkan kesiapan manusia untuk melaksanakan hukum-hukum fiqih karena
pelaksanaan kewajiban manusia tidak akan sempurna tanpa perjalanan rohaniah.
Ilmu tasawuf dan ilmu fiqih adalah dua disiplin ilmu yang saling melengkapi.
Setiap orang harus menempuh keduanya, dengan catatan bahwa kebutuhan
perseorangan terhadap ilmu ini sangat beragam sesuai dengan kadar kualitas
ilmunya.[11]
Dari sini
dapat dipahami bahwa ilmu fikih, yang terkesan sangat formalistik – lahiriyah,
menjadi sangat kering, kaku, dan tidak mempunyai makna bagi penghambaan
seseorang jika tidak diisi dengan muatan kesadaran rohaniyah yang dimiliki ilmu
tasawuf. Begitu juga sebaliknya, tasawuf akan terhindar dari sikap-sikap
”merasa suci” sehingga tidak perlu lagi memperhatikan kesucian lahir yang
diatur dalam ilmu fikih.
C. Hubungan
ilmu tasawuf dengan ilmu filsafat
Dengan tasawuf yang artinya adalah pembersihan
batin, jelaslah oleh kita sekarang dari mana dasar tempatnya dan kemana
tujuannya. Yang berjalan dalam tasawuf adalah perasaan, sedang filsafat kepada
fikiran. Sekarang tentu jelaslah perbedaan tasawuf dengan dengan filsafat,
filsafat penuh dengan tanda tanya apa, bagaimana, darimana, dan apa sebab?
Sedang tasawuf tidak.[12]
Seseorang tidak akan dapat memahami cacad yang ada pada suatu ilmu kecuali
apabila dia telah memahami benar-benar ilmu tersebut dengan sempurna, paling
tidak ia harus dapat menyamai seorang ahli yang paling banyak ilmunya dalam hal
pokok-pokok dasar filsafat, selanjutnya dilampaui dan diatasinya ilmu itu, hal
mana para ahli yang paling banyak pengetahuan itu telah banyak mengetahui
mana-mana yang baik dan mana-mana yang buruk ilmunya itu.[13]
Ilmu tasawuf yang berkembang didunia islam tidak
dapat dinafikan sebagai sumbangan pemikiran kefilsafatan. Sederetan intelektual
muslim juga banyak mengkaji tentang jiwa dan roh, diantaranya adalah Al-Kindi,
Al-Farabi, Ibnu Sina, dan Al-Ghazali.
Menurut
sebagian ahli tasawuf, An-Nafs (jiwa) adalah roh dan jasad melahirkan pengaruh
yang ditimbulkan oleh jasad dan roh. Pengaruh-pengaruh ini akhirnya memunculkan
kebutuhan-kebutuhan jasad yang dibangun oleh roh jika jasad tidak memiliki
tuntutan-tuntutan yang tidak sehat dan disitu tidak terdapat kerja pengekangan
nafsu, sedangkan qalbu (hati) tetap sehat, tuntutan-tuntutan jiwa terus
berkembang, sedangkan jasad menjadi binasa karena melayani hawa nafsu.[14]
D. Hubungan
ilmu tasawuf dengan ilmu jiwa
Dalam pembahasan tasawuf dibicarakan tentang hubungan
jiwa dengan badan agar tercipta keserasian diantara keduanya. Pembahasan
tentang jiwa dengan badan ini dikonsepsikan para sufi untuk melihat sejauh mana
hubungan perilaku yang dipraktikkan manusia dengan dorongan yang dimuculkan
jiwanya sehingga perbuatan itu dapat terjadi dan hal itu menyebabkan mental
seseorang menjadi kurang sehat karena jiwanya tidak terkendali.[15]
Sementara cakupan golongan yang kurang sehat
sangatlah luas, dari yang paling ringan sampai yang paling berat; dari orang yang
merasa terganggu ketentraman hatinya hingga orang yang sakit jiwa. Gejala umum
yang tegolong pada orang yang kurang sehat dapat dilihat dalam beberapa segi,
antara lain :
1. Perasaan,
yaitu perasaan terganggu, tidak tentram, gelisah, takut yang tidak masuk akal,
rasa iri, sedih yang tidak beralasan, dan sebagainya.
2. Pikiran,
gangguan terhadap kesehatan mental dapat pula memengaruhi pikiran, misalnya
anak-anak menjadi bodoh disekolah, pemalas, pelupa, suka membolos, tidak dapat
berkonsentrasi, dan sebagainya
3. Kelakuan,
pada umumnya kelakuannya tidak baik, seperti nakal, keras kepala, suka
berdusta, menipu, menyeleweng, mencuri, menyiksa orang lain, membunuh, dan
sebagainya, yang menyebabkan orang lain menderita dan haknya teraniaya.
4. Kesehatan,
jasmaninya dapat terganggu bukan adanya penyakit yang betul-betul mengenai
jasmani itu, tetapi sakit akibat jiwa yang tidak tentram. Penyakit ini disebut
psikosomatik dan gejala yang sering terjadi seperti sakit kepala, lemas, letih,
sering masuk angin, tekanan darah tinggi atau rendah, jantung, sesak nafas,
sering pingsan (kejang), bahkan sakit kepala yang lebih berat seperti lumpuh
sebagian anggota badan, lidah kaku, dan sebagainya yang penting adalah penyakit
jasmani ini tidak mempunyai sebab-sebab fisik sama sekali.[16]
Semua
praktek dan amalan-amalan dalam tasawuf adalah merupakan latihan rohani dan
latihan jiwa untuk melakukan pendakian spritual kearah yang lebih baik dan
lebih sempurna. Dengan demikian, amalan-amalan tasawuf tersebut adalah
bertujuan untuk mencari ketenangan jiwa dan keberhasilan ahli agar lebih kokoh
dalam menempuh liku-liku problem hidup yang beraneka ragam serta untuk mencari
hakekat kebenaran yang dapat mengatur segala-galanya dengan baik.
Manusia
sebagai makhluk Allah memiliki jasmani dan rohani. Salah satu unsur rohani
manusia adalah hati (Qalbu) disamping hawa nafsu. Karena itu penyakit yang
dapat menimpa mansia ada dua macam, yaitu penyakit jasmani dan penyakit rohani
atau jiwa atau qalbu. Di dalam beberapa ayat Al-Qur’an dikatakan bahwa di dalam
hati manusia itu ada penyakit, Antara lain penyakit jiwa manusia itu adalah
iri, dengki, takabur, resah, gelisah, khawatir, stress dan berbagai penyakit
jiwa lainnya. Dengan tasawuf manusia akan dapat menghindarkan diri dari
penyakit kejiwaan (psikologis) berupa perilaku memperturutkan hawa nafsu
keduniaan, seperti: iri, dengki, takabbur, resah, gelisah, khawatir, stress dan
berbagai penyakit jiwa lainnya. Tasawuf berusaha untuk melakukan kontak batin
dengan Tuhan, berusaha untuk berada dihadirat Tuhan, sudah pasti akan
memberikan ketentraman batin dan kemerdekaan jiwa dari segala pengaruh penyakit
jiwa. Dengan demikian antara tasawuf dengan ilmu jiwa memiliki hubungan yang
erat karena salah satu tujuan praktis dari ilmu jiwa adalah agar manusia
memiliki ketenangan hati, ketentraman jiwa dan terhindar dari penyakit-penyakit
psikologis.[17]
III.
SIMPULAN
Dari uraian diatas kami dapat
mengambil suatu kesimpulan bahwa ilmu tasawuf adalah suatu ilmu yang sangat
penting dimiliki manusia karena dengan ilmu tasawuf jiwa kita lebih tenang dan
damai. Hakikat ilmu tasawuf adalah pembinaan jiwa kerohanian sehingga bisa
berhubungan dengan Allah sedekat mungkin. Maka dengan begitu kita semua bisa
bertasawuf walaupun apapun berprofesinya, karena inti tasawuf adalah terisinya
jiwa dengan akhlak yang baik dan kesucian jasmani dan rohani dari akhlak yang
tercela.
IV.
PENUTUP
Demikianlah makalah tentang hubungan Ilmu Tasawuf
dengan Ilmu lainnya yang telah penulis paparkan. Kami menyadari makalah ini jauh
dari sempurna maka dari itu kritik yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan
untuk perbaikan. Harapan pemakalah, semoga makalah ini dapat memberi
pengetahuan baru dan bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution,
Ahmad Bangun, Rayani Hanum Siregar, 2013, Ahlak Tasawuf pengenalan,
pemahaman dan pengaplikasiannya, Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Hamka, 1953, Tasawuf perkembangan dan
pemurniannya, Jakarta : Nurul Islam.
Hamka, 1983, Tasawuf perkembangan dan
pemurniannya, Jakarta : Pustaka Panjimas.
Tohir, Moenir Nahrowi , 2012, Menjelajahi Eksistensi
tasawuf Meniti Jalan Menuju Tuhan., Jakarta : As Salam Sejahtera.
Rus’an. H, 1984, Imam Al-Ghazali Mutiara Ihyaa’
Ulumuddin, Semarang : Wicaksana.
[1] Ahmad Bangun Nasution, Rayani
Hanum Siregar. Ahlak Tasawuf pengenalan, pemahaman dan pengaplikasiannya.
(Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2013) Hal. 12
[2] http://irpanharahap.blogspot.com/2011/07/hubungan-tasawuf-dengan-ilmu-lainnya.html,
diakses pukul 10.20 pada tanggal 11 maret 2015
[3] Ahmad Bangun Nasution, Rayani
Hanum Siregar. Ibid. Hal. 24
[4] Ahmad Bangun Nasution, Rayani
Hanum Siregar. Ibid. Hal. 24
[5] Ahmad Bangun Nasution, Rayani
Hanum Siregar. Loc.Cit. Hal. 24
[6] http://irpanharahap.blogspot.com/2011/07/hubungan-tasawuf-dengan-ilmu-lainnya.html,
diakses pukul 10.20 pada tanggal 11 maret 2015
[7] Moenir Nahrowi Tohir. Menjelajahi
Eksistensi tasawuf Meniti Jalan Menuju Tuhan. (Jakarta :As Salam Sejahtera,
2012). Hal. 41
[8] Hamka. Tasawuf perkembangan
dan pemurniannya. ( Jakarta : Pustaka Panjimas, 1983) Hal. 82
[9] Ahmad Bangun Nasution, Rayani
Hanum Siregar. Ibid. Hal. 25
[10] Hamka. Ibid. Hal. 83
[11] Ahmad Bangun Nasution, Rayani
Hanum Siregar. Ibid. Hal. 25
[12] Hamka. Ibid. Hal. 158
[13] H. Rus’an. Imam Al-Ghazali
Mutiara Ihyaa’ Ulumuddin. (Semarang : Wicaksana, 1984). Hal. 24
[14] Ahmad Bangun Nasution, Rayani
Hanum Siregar. Ibid. Hal. 25
[15] Ahmad Bangun Nasution, Rayani
Hanum Siregar. Ibid. Hal. 25-26
[16] Ahmad Bangun Nasution, Rayani
Hanum Siregar. Ibid. Hal. 26
[17] http://irpanharahap.blogspot.com/2011/07/hubungan-tasawuf-dengan-ilmu-lainnya.html,
diakses pukul 10.20 pada tanggal 11 maret 2015
Ijin copas buat tugas ya,
BalasHapusiya kakak
Hapusizin copas juga yaa:)
BalasHapusiya kak
HapusIzin copas nder
HapusIjin copast buat tugas kak
BalasHapusKu juga izin copas ya kak makasih
BalasHapusIzin copas buat tugas k
BalasHapus