HUKUMAN
Disusun
guna memenuhi tugas mata kuliah:
FIQIH
JINAYAH
Dosen
pengampu:
Mohammad
Solek

Oleh:
Safar
Utomo (132211080)
Sofiani
Novi Nuryanti (132211078)
FAKULTAS
SYARIAH
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGRI WALISONGO
SEMARANG
2014
A. PENDAHULUAN
a. Latar
belakang
Hukum
Pidana, sebagai salah satu bagian independen dari Hukum Publik merupakan salah
satu instrumen hukum yang sangat urgen eksistensinya sejak zaman dahulu. Hukum
ini ditilik sangat penting eksistensinya dalam menjamin keamanan masyarakat
dari ancaman tindak pidana, menjaga stabilitas negara dan (bahkan) merupakan
“lembaga moral” yang berperan merehabilitasi para pelaku pidana. Hukum ini
terus berkembang sesuai dengan tuntutan tindak pidana yang ada di setiap
masanya.
Berikut kami
akan memaparkan tentang hukum dan hukuman yang ada dalam pidana islam.
b. Rumusan
masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan hukuman ?
2. Apa
tujuan hukuman dalam hukum pidana islam ?
3. Bagaimana
contoh hukuman dalam hukum pidana islam ?
c. Tujuan
Mengetahui apa yang
dimaksud dengan hukuman dan tujuan hukuman dalam pidana islam beserta contohnya.
B. PEMBAHASAN
a. Pengertian
hukuman
Hukum
dalam bahasa aarab disebut ‘uqubah.
Lafadz ‘uqubah menurut bahasa
berasal dari kata عَقَبَ yang sinonimnya خلفهه وجاءبعقبه artinya mengiringnya dan datang
dibelakangnnya. Dalam pengertian yang agak mirip dan mendekati pengertian
istilah, barangkali lafadz tersebut bisa diambil dari lafadz عَاقَبَ yang sinonimnya artinya membalasnya sesuai dengan apa yang
dilakukannya.
Dari
pengertian yang pertama dapat dipahami bahwa sesuatu dapat disebut hukuman
karena ia mengiringi perbuatan dan dilaksanakan sesudah perbuatan itu
dilakukan. Sedangkan dari pengertian yang kedua dapat dipahami bahwa sesuatu
disebut hukuman karena ia merupakan balasan terhadap perbuatan yang menyimpang
dan telah dilakukannya.
Dalam
bahasa Indonesia hukuman dapat diartikan dengan “siksa dan sebagainya” atau
“keputusan yang dijatuhkan oleh hakim”
Dalam
hukum positif di Indonesia, istilah hukum sama dengan pidana walaupun
sebenarnya seperti apa yang dikatakan oleh Wijono Projodikoro, kata hukuman
sebagai istilah tidak dapat menggantikan kata pidana, oleh karena ada istilah
hukuman pidana dan hukuman perdata.[1]
Sedangkan menurut mulyatno, sebagaimana dikutip oleh Mustafa Abdullah, istilah
pidana lebih tepat dari pada hukum sebagai terjemahan kata straf. Karena
kalau straf diterjemahkan dengan hukuman maka straf recht harus
diterjemahkan hukuman-hukuman.[2]
Menurut
sudarto seperti yang dikutip oleh Mustafa Abdullah dan Ruben Ahmad, pengertian
pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan
perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Sedangkan menurut Roeslan
Shaleh yang juga dikutip oleh Mustafa Abdullah, pidana adalah reaksi atas delik
dan ini berwujud pada suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan Negara pada
pembuat delik itu.
Wirjono
projodikoro mengemukakan bahwa pidana berarti hal yang dipidanakan, yaitu yang
oleh instansi yang berkuasa dilimpahkan kepada seorang oknum sebagai hal-hal
yang tidak enak dirasakannya dan juga hal yang tidak sehari-hari dilipahkan.[3]
Dari
definisi yang telah dikemukakan diatas dapat diambil intisari bahwa hukuman
atau pidana adalah suatu penderitaan atau nestapa, atau akibat-akibat lain yang
tidak menyenangkan yang diberikan dengan sengaja oleh badan yang berwenang
kepada seseorang yang cakap menurut hukum yang telah melakukan perbuatan atau
peristiwa pidana.
Menurut
hukum pidana islam, hukuman adalah seperti yang di kemukakan oleh Abdul Qadir
Audah sebagai berikut :
اْلعُقُوْبَةُ
هِيَ اْلجَزَاءُاْلمُقَرَّرُلِمَصْلَحَةِاْلجَمَاعَةِعَلَى عِصْيَانِ
اَمْرِالشَّارِعِ
“hukuman
adalah pembalasan yang ditetapkan untguk memelihara kepentingan masyarakat,
karena adanya pelanggaran atas ketentuan-ketentuan syara”
Dari
definisi tersebut dapatlah difahami bahwa hukuman adalah salah satu tindakan
yang diberikan oleh syara’ sebagai pembalasan atas perbuatan yang melanggar
ketentuan syara’, dengan tujuan untuk memelihara ketertiban dan kepentingan
masyarakat, sekaligus juga untuk melindungi kepentingan individu.
b. Tujuan
hukuman
Tujuan
utama dari penetapan dan penerapan hukuman dalam syari’at islam adalah sebagai
berikut :[4]
a.) Pencegahan
Pencegahan
adalah menahan orang yang berbuat jarimah agar ia mengurangi pebuatan
jarimahnya, atau agar ia tidak terus menerus melakukan perbuatan jarimah
tersebut. Disamping mencegah pelaku pencegahan juga mengandung arti mencegah
orang lain selain pelaku agar ia tidak ikut-ikutan melakukan jarimah, sebab ia
bisa mengetahui bahwa hukuman yang dikenakan kepada pelaku juga akan dikenakan
terhadap orang lain yang juga melakukan perbuatan yang sama. Dengan demikian,
kegunaan pencegahan adalah rangkap, yaitu menahan orang yang berbuat itu
sendiri tidak mengulangi perbuatannya, dan menahan orang lain untuk tidak
berbuat seperti itu serta menjauhkan diri dari lingkungan jarimah.
Oleh
karena perbuatan-perbutan yang diancam dengan hukuman ada kalanya pelanggaran
terhadap larangan (jarimah positif) atau meninggalkan kewajiban maka arti
pencegahan pada keduanya tentu berbeda. Pada keadaan yang pertama (jarimah
positif) pencegahan berarti upaya untuk menghentikan perbuatan yang dilarang,
sedang pada keadaan kedua (jarimah negative) pencegahan berarti menghentikan
sikap tidak melaksanakan kewajiban tersebut sehingga dengan dijatuhkannya
hukuman diharapkan ia mau menjalankan kewajibannya. Contohnya seperti penerapan
hukuman terhadap orang yang meninggalkan sholat atau tidak mau mengeluarkan
zakat.[5]
Oleh
Karena tujuan hukuman adalah pencegahan maka besarnya hukuman harus sesuai dan
cukup mampu mewujudkan tujuan tersebut, tidak boleh kurang atau lebih dari
batas yang diperlukan, dengan demikian terdapat prinsip keadilan dalam
menjatuhkan hukuman. Apabila kondisinya demikian maka hukuman terutama hukuman
ta’zir, dapat berbeda-beda sesuai dengan perbedaan pelakunya, sebab diantara
pelaku ada yang cukup hanya diberi peringatan, ada pula yang cukup hanya diberi
beberapa cambukan saja dan ada pula yang perlu dijilid dengan beberapa cambukan
yang banyak. Bahkan ada diantaranya yang perlu dimasukkan kedalam penjara
dengan masa yang tidak terbatas jumlahnya atau bahkan lebih berat dari itu,
efeknya adalah untuk kepentingan masyarakat, sebab dengan tercegahnya pelaku
dari perbuatan jarimah maka masyarakat akan tentram, aman, tenang, dan damai.
Meskipun demikian, tujuan yang pertama ini ada juga afeknya terhadap pelaku,
sebab dengan tidak dilakukannya jarimah maka pelaku akan selamat dan ia
terhindar dari penderitaan akibat dari hukuman itu.
b.) Perbaikan
dan pendidikan
Tujuan
yang jedua dari penjatuhan hukuman adalah mendidik pelaku jarimah agar ia
menjadi orang yang baik dan menyadari kesalahannya. Dengan adanya hukuman ini
diharapkan akan timbul dalam diri pelaku suatu kesadaran bahwa ia menjauhi
jarimah bukan karena takut akan hukuman, melainkan karena kesadaran diri dan
kebencian terhadap jarimah serta dengan harapan mendapat ridha dari Allah SWT.
Disamping
kebaikan pribadi pelaku, syari’at islam dalam menjatuhkan hukuman juga
bertujuan membentuk masyarakat yang baik yang diliputi oleh rasa saling
menghormati dan mencintai antara anggota sesamanya dengan mengetahui
batas-batas hak dan kewajibannya. Hukuman atas diri perilaku merupakan salah
satu cara menyatakan reaksi dan balasan masyarakat terhadap perbuatan pelaku
yang telah melanggar kehormatannya sekaligus merupakan upaya menenangkan hati
korban. Dengan demikian, hukuman itu dimaksudkan untuk memberikan rasa derita
yang harus dialami oleh pelaku sebagai imbangan atas perbuatannya dan sebagai
sarana untuk menyucikan dirinya. Dengan demikian akan terwujudlah rasa keadilan
yang dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat.[6]
c. Hukuman
dalam hukum pidana islam
Hukuman
dalam hukum pidana Islam :
1. Hukuman-hukuman
untuk jarimah Hudud
a. Hukuman
jarimah Zina
Syari’at Islam telah
menetapkan tiga jenis hukuman untuk jarimah Zina yaitu dera’ jilid, rajam.
b. Hukuman
jarimah Qadzaf
Hukuman untuk jarimah
Qadzaf ada dua yaitu hukum pokok yaitu jilid (dera), hukuman tambahan yaitu
pencabutan hak sebagai saksi.
c. Hukuman
minum-minuman keras
Hukuman untyuk jarimah
minum-minuman keras adalah delapan puluh kali jilid (dera).
d. Hukuman
jarimah pencurian
Jarimah Pencurian
diancam dengan potong tangan
e. Hukuman
jarimah perampokan
Syari’at Islam
menetapkan empat macam hukuman untuk tindak pidana perampokan (hirabah) yaitu :
·
Hukuman mati
kepada
perampok apabila mereka melakukan pembunuhan.
·
Hukuman mati dan
salib
Dijatuhkan
apabila perampok melakukan pembunuhan dan merampas harta benda.
·
Hukuman potong
tangan dan kaki
Dijatuhkan
apabila perampok hanya mengambil harta tanpa melakukan pembunuhan, dalam hal
ini anggota badan yang dipotong adalah tangan kanan dan kaki kiri pelaku.
·
Hukuman
pengasingan
Hukuman
pengasingan dijatuhkan apabila perampok hanya menakut-nakuti orang yang lewat
dijalan, tetapi tidak mengambil harta benda dan tidak pula membunuh
f. Hukuman
jarimah Riddah
Hukuman
riddah diancam dengan dua jenis hukuman :
·
Hukuman pokok
yaitu hukuman mati
·
Hukuman tambahan
yaitu penyitaan harta benda
g. Hukuman
jarimah Pembrontakan
Hukuman
untuk jarimah pembrontakan adalah hukuman mati
2. Hukuman
untuk jarimah Qishas-Diat
a. Pembunuhan
sengaja
b. Pembunuhan
menyerupai sengaja
c. Pembunuhan
karena kesalahan (tidak sengaja)
d. Penganiayaan
sengaja
e. Penganiayaan
karena kesalahan (tidak sengaja)
Hukuman-hukuman yang
diancam dengan jarimah tersebut adalah
a. Qishas
b. Diat
c. Kifarat
(jenis hukumannya adalah membebaskan seorang hamba yang mukmin, apabila tidak
ada diganti dengan puasa dua bulan berturut-turut)
d. Hilangnya
hak waris dan hak wasiat
3. Hukuman
jarimah Ta’zir
Hukuman ta’zir
jumlahnya cukup banyak, mulai dari hukuman yang paling ringan sampai yang
paling berat. Dalam penyelesaian perkara yang termasuk jarimah ta’zir, hakim
diberi wewenang untuk memilih diantara kedua hukuman tersebut, mana yang paling
sesuai dengan jarimah yang dilakukan oleh pelaku, jenis-jenis hukuman ta’zir
ini adalah hukuman mati, hukuman jilid, hukuman kawalan, hukuman pengasingan,
hukuman salib, hukuman pengucilan, hukuman ancaman, teguran, peringatan,
hukuman denda. Disamping itu juga ada hukuman-hukuman lain yang sifatnya
spesifik dan tidak bisa diterapkan pada setiap jarimah ta’zir , diantara
hukuman tersebut adalah pemecatan dari jabatan atau pekerjaan, pencabutan
hak-hak tertentu, perampasan alat-alat yang digunakan untuk jarimah, penayangan
gambar penjahat dimuka umum atau televise dan lain-lain.[7]
C. PENUTUP
a. Kesimpulan
hukuman
atau pidana adalah suatu penderitaan atau nestapa, atau akibat-akibat lain yang
tidak menyenangkan yang diberikan dengan sengaja oleh badan yang berwenang
kepada seseorang yang cakap menurut hukum yang telah melakukan perbuatan atau
peristiwa pidana.
Menurut
hukum pidana islam, hukuman adalah seperti yang di kemukakan oleh Abdul Qadir
Audah sebagai berikut :
اْلعُقُوْبَةُ
هِيَ اْلجَزَاءُاْلمُقَرَّرُلِمَصْلَحَةِاْلجَمَاعَةِعَلَى عِصْيَانِ
اَمْرِالشَّارِعِ
“hukuman
adalah pembalasan yang ditetapkan untguk memelihara kepentingan masyarakat,
karena adanya pelanggaran atas ketentuan-ketentuan syara”
Tujuan
utama dari penetapan dan penerapan hukuman dalam syari’at islam adalah sebagai
pencegahan, perbaikan, dan pendidikan.
Hukuman
dalam hukum pidana islam :
·
Hukuman jarimah
Zina (Syari’at Islam telah menetapkan tiga jenis hukuman untuk jarimah Zina
yaitu dera’ jilid, rajam)
·
Hukuman jarimah
Qadzaf (Hukuman untuk jarimah Qadzaf ada dua yaitu hukum pokok yaitu jilid
(dera), hukuman tambahan yaitu pencabutan hak sebagai saksi.)
·
Hukuman
minum-minuman keras (Hukuman untyuk jarimah minum-minuman keras adalah delapan
puluh kali jilid (dera))
·
Hukuman jarimah
pencurian(Jarimah Pencurian diancam dengan potong tangan )
·
Hukuman jarimah
perampokan
Syari’at Islam
menetapkan empat macam hukuman untuk tindak pidana perampokan (hirabah) yaitu :
Hukuman mati, kepada perampok apabila mereka melakukan pembunuhan. Hukuman mati
dan salib, Dijatuhkan apabila perampok melakukan pembunuhan dan merampas harta
benda. Hukuman potong tangan dan kaki, Dijatuhkan apabila perampok hanya
mengambil harta tanpa melakukan pembunuhan, dalam hal ini anggota badan yang
dipotong adalah tangan kanan dan kaki kiri pelaku. Hukuman pengasingan, Hukuman
pengasingan dijatuhkan apabila perampok hanya menakut-nakuti orang yang lewat
dijalan, tetapi tidak mengambil harta benda dan tidak pula membunuh
·
Hukuman jarimah
Riddah, Hukuman riddah diancam dengan dua jenis hukuman : Hukuman pokok yaitu
hukuman mati, Hukuman tambahan yaitu penyitaan harta benda
·
Hukuman jarimah
Pembrontakan, Hukuman untuk jarimah pembrontakan adalah hukuman mati
·
Hukuman untuk
jarimah Qishas-Diat
Pembunuhan sengaja
Pembunuhan menyerupai
sengaja
Pembunuhan karena
kesalahan (tidak sengaja)
Penganiayaan sengaja
Penganiayaan karena
kesalahan (tidak sengaja)
Hukuman-hukuman yang
diancam dengan jarimah tersebut adalah Qishas, Diat, Kifarat (jenis hukumannya adalah
membebaskan seorang hamba yang mukmin, apabila tidak ada diganti dengan puasa
dua bulan berturut-turut), Hilangnya hak waris dan hak wasiat.
·
Hukuman jarimah
Ta’zir
Hukuman ta’zir
jumlahnya cukup banyak, mulai dari hukuman yang paling ringan sampai yang
paling berat. Dalam penyelesaian perkara yang termasuk jarimah ta’zir, hakim
diberi wewenang untuk memilih diantara kedua hukuman tersebut, mana yang paling
sesuai dengan jarimah yang dilakukan oleh pelaku.
b. Kritik
dan saran
Demikianlah makalah
tentang hukuman yang telah kami paparkan. Kami menyadari makalah jauh dari
sempurna maka dari itu kritik yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan
untuk perbaikan makalah ini. Harapan pemakalah, semoga makalah ini dapat
memberi pengetahuan baru dan bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Hanafi,A. 1990. Asas-asas
Hukum Pidana Islam. Jakarta : Bulan Bintang
Abdullah, Mustafa dan
Ruben Ahmad. 1983. Intisari Hukum Pidana. Jakarta : Ghalia Indonesia
Projodikoro, Wirjono.
1981. asas-asas hukum pidana Indonesia. Jakarta-Bandung : Eresco
Wardi Muslich,
Ahmad.2004. Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fiqih Jinayah.
Jakarta: Sinar Grafika.
Hanafi, Ahmad. 1986. Asas-asas Hukum Pidana Islam. Jakarta
: Bulan Bintang.
[1]
Wirjono Projodikoro. asas-asas hukum pidana Indonesia. PT Eresco.
Jakarta-Bandung. 1981. Cetakan III. Hal. 1
[2]
Mustafa Abdullah dan Ruben Ahmad. Intisari Hukum Pidana. Ghalia
Indonesia. Jakarta. Cetakan I. 1983. Hal 47
[3]
Wirjono Projodikoro. asas-asas hukum pidana Indonesia. PT Eresco.
Jakarta-Bandung. 1981. Cetakan III. Hal. 1
[4]
Ahmad Hanafi MA. Asas-asas Hukum Pidana Islam. Bulan Bintang. Jakarta
cetakan III 1986. Hal. 255-257
[5]
A. Hanafi. Asas-asas Hukum Pidana Islam. Bulan Bintang: Jakarta. Cetakan
IV. 1990. Hal. 255-256
[6]
A. Hanafi. Asas-asas Hukum Pidana Islam. Bulan Bintang. Jakarta. Cetakan
IV. 1990. Hal. 257
[7]
Drs. H. Ahmad Wardi Muslich. Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fiqih
Jinayah. Jakarta : Sinar Grafika. 2004. Hal. 145-163
Tidak ada komentar:
Posting Komentar