Kamis, 03 Desember 2015

GLOBALISASI EKONOMI, POLITIK GLOBAL DAN INDONESIA



A.    Kontestasi pemikiran tentang globalisasi
Globalisasi adalah proses meningkatnya interdependensi antara aktor negara dan non negara pada skala global sehingga hubungan sosial pada suatu masyarakat secara signifikan dibentuk dan dipengaruhi dimensi hubungan sosial yang lebih luas pada skala dunia.
Pada umumnya ada tiga perpsektif teoritis untuk membahas globalisasi ekonomi serta aspek-aspek sosial politik yang tercakup didalamnya yaitu :
1.      Neoliberal
Perspektif neoliberal memandang globalisasi dicirikan oleh :
a.       Liberalisasi ekonomi sebagai proses yang menciptakan positive sum game
b.      Ekonomi pasar adalah sumber kemajuan, kerjasama, dan kesejahteraan
c.       Campur tangan politik dan peraturan negara merupakan hal yang tidak ekonomis, kemunduran, dan dapat menyebabkan konflik
d.      Actor sentral adalah individu sebagai konsumen dan sebagai produsen
e.       Tujuan ekonomis pada kesejahteraan maksimum individu dan sosial
Kelemahan utama dari perspektif neoliberal adalah mengabaikan aspek ketimpangan dan ketidakadilan dalam interaksi ekonomi antara negara-negara industri maju (utara) dan negara-negara miskin (selatan). Selain itu mereka juga tidak mempersoalkan kenyataan bahwa IFIs beroperasi demi kepentingan dominasi negara-negara industry maju sambil mengorbankan kepentingan rakyat miskin dinegara berkembang.
2.      Merkantilist
Globalisasi merupakan proses yang sengaja didesain oleh negara-negara maju untuk mempertahankan kepentingannya sendiri. jadi ada kekuatan negara yang mengeksploitasi proses tersebut demi kepentingan ekonominya. Tujuan dari ekonomi ini adalah kekuatan negara. Mercantilist ada 2 macam yaitu :
a.       Merkantilist bertahan atau ramah, dimana negara memelihara kepentingan nasionalnya.
b.      Merkantilist agresif atau jahat, dimana negara berupaya mengeksploitasi perekonomian internasional melalui kebijakan ekspansi.
3.      Neomarkxist
Perspektif ini menekankan terjadinya ketimpangan ekonomi global antara negara-negara inti (core countries) dan negara-negara pinggiran (peripheries). Ekonomi dan politik saling berkaitan, akan tetapi ekonomi yang pertama dan politik yang kedua. Perspektif ini bersifat strukturalis dan konfliktual dimana ada pembagian kelas yaitu kaum borjuis dan proletar. Tujuan dari ekonomi politik ini adalah kepentingan kelas.
Disamping ketiga perspektif tersebut, pemikiran kritis tentang globalisasi membedakan konsep globalization from above dan globalization from below. Konsep yang pertama mengacu pada kekuatan-kekuatan pasar serta ideology atau pemikiran neoliberal yang memberikan legitimasi pada kekuatan-kekuatan tersebut sehingga memaksa negara untuk menyesuaikan diri dengan tuntutannya demi kepentingan nasionalnya. Dalam konteks ini pemerintah atau elite politik melakukan kolaborasi dengan elit ekonomi lokal dan internasional untuk mengambil keuntungan dari proses reformasi ekonomi yang sesungguhnya menambah penderitaan rakyat. Konsep globalization from below muncul sebagai reaksi terhadap dominasi proses yang pertama.
B.     Perkembangan ekonomi politik internasional dan globalisasi
Akhir perang dunia dua merupakan titik tolak perkembangan ekonomi politik internasional karena ketika itu negara-negara yang memenangkan perang dibawah pimpinan AS mulai membangun lembaga-lembaga keuangan dan pembangunan internasional seperti Bank Dunia, IMF, WTO yang sampai saat ini masih berfungsi. pembentukan lembaga-lembaga ini pula yang menjadi titik awal dominasi negara-negara industry maju dalam perekonomian global meskipun dalam perkembangan terakhir muncul kekuatan-kekuatan baru seperti NICs dan emerging markets terutama Cina dan India. Munculnya kekuatan-kekuatan ekonomi bagi yang sebelumnya sama posisinya dengan negara Indonesia sebagai negara berkembang tentu saja mempertajam sorotan kita terhadap kinerja pemerintah dan rakyat Indonesia yang jelas-jelas ketinggalan dibandingkan dengan kemajuan yang dicapai oleh negara-negara Asia lainnya. Beberapa pendapat mengenai perkembangan ekonomi politik :
1.      Scholte
Scholte menguraikan perkembangan ekonomi dengan membedakan tiga periodesasi yang memiliki ciri khas masing-masing. Sampai pada abad 18 globalisasi ekonomi masih Berupa ide-ide lepas yang belum didukung oleh substansi hubungan actor yang nyata, Kesadaran dan wacana sudah mulai berkembang akan tetapi fenomena globalisasi masih terbatas sifatnya, Perkembangan kapitalisme melalui aktivitas perdagangan dan transaksi keuangan dalam konteks yang belum sepenuhnya terkoordinasi pada skala dunia. Perkembangan awal globalisasi secara substantive berlangsung dalam periode 1850-1950, indikatornya masuk dalam aspek komunikasi, pasar, keuangan, organisasi, dan kesadaran masyarakat lintas batas teritorial. Lalu tahun 1960 dianggap sebagai awal dari globalisasi skala penuh terutama karena fenomena supraterritoriality mengalami peningkatan yang pesat dari segi jumlah, keragaman, intensitas, kelembagaan, kesadaran, dan dampak sejak decade tersebut.
2.      Paul Hirst dan Grahame Thompson
Tahun 1960 sebagai titik awal dari perkembangan globalisasi ekonomi, yang dicirikan aktivitas perusahaan multinasional (MNC) yang melakukan ekspansi bisnis melalui pertumbuhan yang pesat dari perdagangan internasional. Sejarah perkembangan moneter internasional sampai mencapai bentuk yang kompleks dari globalisasi keuangan merupakan salah satu indicator utama terjadinya fenomena terjadinya integrasi ekonomi secara global. Runtuhnya semi-fixed exchange rate regime Bretton woods pada awal tahun 1970 menciptakan peluang ekspansi kegiatan investasi dan pinjaman perbankan internasional yang kemudian membentuk pasar finansial pada skala yang tidak pernah ada sebelumnya. Dari sinilah cikal bakal globalisasi keuangan pada akhir 1990 ikut menyebabkan terjajdinya krisis moneter diberbagai negara Asia. Sejarah keuangan nasional mengenal adanya dua sistem yang pernah diperkenalkan yaitu gold standard yang runtuh dalam periode antara dua perang dunia dua dan kecuali gold standard.
3.      Thomas D. Lairson dan David Skidmore
Sistem Bretton Woods pada awal tahun 1970 harus dijadikan tonggak sejarah yang penting untuk memahami perkembangan globalisasi keuangan. beberapa perkembangan ekonomi politik internasional sejak 1970 adalah pertama konvertibilitas mata uang yang meningkat mengalirnya pengontrolan dolar AS, ekspansi bisnis yang dilakukan MNC dari AS, kedua naiknya harga minyak secara dramatis, ketiga menuju globalisasi keuangan rangkaian kebijakan yang dilakukan oleh  pemerintah negara-negara maju untuk mengakhiri control atas arus modal.
Perlu diingat bahwa tujuan utama dari sistem Bretton words adalah melindungi setiap perekonomian nasional agar aktivitas perdagangan dan nilai tukar mereka tidak terganggu oleh perkembangan yang terjadi dilingkungan internasional. Akan tetapi perlindungan ekonomi nasional seperti ini sudah tidak relevan.
Selain globlisasi keuangan, globalisasi produksi juga mengalami kemajuan yang pesat. Dimana perkembangan teknologi sangat berpengaruh. Tidak banyak negara berkembang yang mengambil keuntungan dari pola pengorganisasi produksi yang baru ini karena adanya kesenjangan teknologi yang semakin lebar dengan negara maju. Disamping globalisasi keuangan dan globalisasi prosuksi, beralih pada perkembagan  fungsi lembaga-lembaga keuangan oleh pembangunan internasional seperti Bank Dunia, IMF, dan WTO. Joseph E Stiglitz dalam karyanya yang berjudul globalization and it’s discontents menggambarkan berbagai kegagalan berbagai lembaga ini bagi negara berkembang sebagai janji-janji yang tidak ditepati. Stiglitz menekankan bahwa globalisai ekonomi yang terjadi harus direformai secara fundamental terutama yang berkaitan dengan fungsi lemaga-lembaga.
C.    Implikasi globalisasi ekonomi
Dalam buku yang berjudul The Globalization Gap: How the Rich Get Richer and the poor Get Left Behind, Robbert A.Isaak menjelaskan  bahwa globalisasi hanya menciptakan jurang yang semakin lebar antara Negara kaya dan miskin.  Menurut Isaak globalisasi telah mendorong Negara dan individu yang kaya untuk menggunakan instrumen ekonomi dan politik untuk mengeksploitasi peluang pasar. Meningkatnya produktivitas teknologi dan memaksimalkan kepentingan material jangka pendek. Akibatnya terjadilah jurang yang semakin lebar antara pihak yang makmur dan yang miskin. Isak juga menggaris bawahi peranan dari peraturan peraturan yang mendasari berlangsungnya glonalisasi. Aturan-aturan tersebut sengaja dipertahankan agar struktur ekonomi politik global tidak mengalami perubahan yang siginifikan sehingga jurang perbedaan antara yang kaya dan miskin justru semakin melebar. Sebagaimana Jeffrey Sachs yang menyerukan dalam bukunya the end of poverty bahwa Negara-negara kaya perlu memberikan bantuan yang lebih besar untuk menghapus kemiskinan global, isaak juga menyerukan hal yang sama.
Demokratisasi politik dan integrasi ke dalam pasar global merupakan pilihan yang tidak bisa dihindari oleh Indonesia pasca kejatuhan rezim otoriterisme soeharto. Persoalan utamanya adalah bagaimana menggabungkan demokrasi dengan ekonomi pasar. Pengalaman Negara-negara demokrasi baru menunjukkan bahwa kinerja ekonomi mereka tidak terlalu signifikan sehingga timbul rasa jenuh dalam masyarakat apakah demokrasi mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat. Di asia tenggara misalnya, Indonesia, philipina dan Thailand yang sudah menjalankan demokratisasi menempati posisi teratas dalam soal korupsi.  Itu tidak berarti bahwa Indonesia harus meninggalkan demokrasi, india adalah Negara demokrasi yang bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Demikian pula korea selatan dan Taiwan.
Koeksistensi Negara yang tidak demokratis dengan keberhasilan peningkatan kesejahteraan rakyat seperti (singapur dan cina)dan Negara demokrasi dengan kinerja ekonomi yang tidak optimal (indonesia). Demokrasi juga membawa dampak positif bagi pembangunan ekonomi misalnya, kalau tuntutan rakyat untuk peningkatan anggaran pendidikan benar-benar mencapai 20 persen seperti yang diamanatkan oleh konstitusi, maka jangka panjang investasi sumberdaya manusia ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Dari sudut pandang politik kelemahan utama pemerintahan yang otoriter adalah rapuhnya legitimasi kekuasaan terutama pada saat ekonomi sedang menurun.
Meskipun indicator ekonomi Indonesia periode soeharto tidak menggembirakan proses demokratisasi saat ini sudah mencapai tahap point of na return. Berikut ini pemikiran dari berbagai ahli yang pada intinya membela demokrasi. Menurut armatya sen ada tiga hal yang diberikan oleh demokrasi yaitu:
Ø  Pertama, kebebasan politik merupakan bagian dari kebebasan kemanusiaan pada umumnya dan ini sangat penting bagi setiap individu.
Ø  Kedua, karena evaluasi terhadap kekuasaan politik dalam demokrasi dilakukan secara regular melalui pemilihan umum yang jujur dan adil maka para penguasa memiliki systemic incetives untuk senantiasa mempedulikan apa yang menjadi kebutuhan rakyatnya termasuk kebutuhan ekonomi.
Ø  Ketiga, dalam alam demokrasi selalu tersedia peluang terjadinya kontestasi dikursus social dan politik melalui kebebasan mengemukakan pendapat dan artikulasi kepentingan.
Menurut peter Irsad, ia mengingatkan pemerintah dan rakyat di Negara berkembang bahwa globalisasi tidak secara otomatis membawa dampak pertumbuhan ekonomi yang diharapkan. Globalisasi adalah pilihan kebijakan yang dengan sadar dirancang oleh pemerintah yang didukung oleh pengembangan lembaga-lembaga ekonomi domestic yang menunjang integ rasi kedalam pasar global. Ada dua resiko besar  yang harus diantisipasi dan dihadapi oleh suatu Negara ketika mengintegrasikan ekonominya kedalam pasar global yaitu terjadinya krisis keuangan dan kegagalan dalam mencapai pertumbuhan ekonomi dan pemberatasan kemiskinan. Menurut irsad adanya dua resiko itu tidak mesti membuat membuat Negara berkembang harus mundur dari globalisasi seperti yang terkesan dari sebagian pendukung gerakan anti globalisasi.
Ada beberapa faktor yang membuat ekonomi Indonesia lebih kompetitif dalam pasar global.
·         Pertama, pemerintah perlu mengembangkan kebijakan ekonomi yang menjamin stabilitas ekonomi makro untuk meningkatkan kepercayaan pasar global.
·         Kedua, pemerintah Indonesia perlu melaksanakan reformasi dalam tubuh birokrasi dari pusat sampai ke daerah agar terjamin efesiensi dalam pelayanan publik.
·         Ketiga, pemerintah dan kalangan pengusaha perlu menyusun rencana pengembangan teknologi yang bersifat saling melengkapi melalui alokasi anggaran yang cukup untuk  penelitian dan pengembangan  seperti yang dilakukan oleh Negara industry maju.
Dalam era globalisasi sekarang ini diperlukan birokrat yang professional yang mampu menyelesaikan masalah berdasarkan keahlian dan ketrampilan yang dikuasainya.
D.    Belajar dari krisis ekonomi tahun 1997 : rekonstruksi total diplomasi ekonomi RI
Krisis Ekonomi yang melanda Indonesia dan beberapa Negara Asia lainnya pada tahun 1997 dapat dilihat sebagai dampak dari globalisasi ekonomi yang meruntuhkan pencapaian pertumbuhan ekonomi yang sudah berlangsung lebih dari dua decade sebelumnya. Pada awal 1990-an memang ada optimism yang tinggi dikalangan pelaku ekonomi mengenai prospek pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Timur dan Tenggara. Optimism mereka cukup beralasan karena dalam kenyataannya hampir semua Negara di kawasan ini mengalami pertumbuhan cukup tinggi. Selain itu perdagangan dan investasi intra-regional juga bertumbuh pesat yang kemudian medorong dibentuknya kerjasama ekonomi regional. Salah seorang ahli ekonomi dari AS yang secara kritis menganalisis karakteristik pertumbuhan ekonomi di Asia yaitu Paul.R Krugman sejak pertengahan tahun 1990an sudah mengingatkan bahwa yang disebut sebagai keajaiban ekonomi Asia tidak lebih dari mitos belaka.
Meskipun kondisi perekonomian Indonesia saat ini tidak seburuk ketika dilanda krisis pada akhir tahun 1990an, prestasi Indonesia dalam memanfaatkan peluang globalisasi ekonomi belum bisa dikatakan opimal. Kalau peningkatan perdagangan dengan mitra dagang utama suatu Negara  bisa dijadikan ukuran keberhasilan dalam memanfaatkan globalisasi ekonomi maka akan tampak bahwa kinerja Indonesia dibandingkan dengan Negara-negara ASEAN lainnya masih jauh tertinggal. Sebagaimana diketahui cina adalah pasar potensial bagi produk ekspor dari Negara-negara asean. Ternyata peluang dari globalisasi ini tidak secara optimal dimanfaatkan  oleh Indonesia, sementara Negara-negara tetangga seperti singapura, Malaysia, dan Thailand secara agresif meningktatkan ekspornya ke cina.
Peningkatan posisi diplomasi Indonesia di arena internasional yang berbasiskan internal strength akan jauh lebih efektif daripada mengharapkan balaskasihan Negara maju atau lembaga-lembaga internasional. Telah ditunjukan dalam tulisan ini bahwa kombinasi antara demokrasi dan ekonomi pasar bukanlah sesuatu yang mustahil. Tetapi untuk itu dibutuhkan kepemimpinan nasional yang memiliki visi dan strategi yang jelas dengan mengoprasikan lembaga-lembaga ekonomi, politik dan birokrasi dalam negeri yang mendorong pertumbuhan ekonomi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar